IHRAM.CO.ID, JAKARTA - Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, menanggapi soal sentimen anti-Muslim yang menyebar di Asia, khususnya di India dan Indonesia. India saat ini menjadi sorotan terutama setelah siswi Muslim di negara bagian Karnataka dilarang mengenakan jilbab di dalam kelas.
Mu'ti mengatakan, kecenderungan meningkatnya sentimen anti Islam di India lebih karena faktor politik. India sekarang ini dikuasai oleh partai Bharatiya Janata Party (BJP), partai Hindu Fundamentalis yang di antara cita-citanya menjadikan India sebagai negara Hindu.
Selain itu, menurut Mu'ti, faktor lain adalah demografi. India adalah negara yang diproyeksi oleh Pew Research Center sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia pada 2050. Bagi kelompok lain, ini bisa menjadi alasan untuk menekan Muslim.
Selanjutnya, kata dia, faktor sejarah-politik terkait masalah Kashmir-Punjab. Dalam berbagai kesempatan, pemerintah India menyatakan tindakan represif mereka adalah untuk melawan kelompok separatis.
"Saya kira alasan itu hanya dalih untuk membenarkan tindakan kekerasan," kata Mu'ti melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Kamis (24/2/2022).
Pasalnya, sebelum BJP berkuasa, hubungan pemerintah India dengan Muslim terbangun dengan baik. Bahkan, dalam sejarah, jabatan presiden di India pernah diduduki seorang Muslim. Mu'ti mengatakan, selama beberapa tahun hal itu seakan menjadi konvensi untuk membangun kerukunan di India. Karena itulah, Mu'ti menyerukan agar pemerintah India menghentikan semua bentuk kekerasan terhadap masyarakat Muslim.
"Tindakan kekerasan bisa mengarah kepada pelanggaran HAM serta mempengaruhi hubungan politik India dengan negara-negara Muslim," ujarnya.