Rabu 16 Mar 2022 18:45 WIB

Komnas Haji Tanggapi Usulan Biaya Haji Reguler Rp 42 Juta

Kenaikan (Bipih jadi) Rp 42 juta terlalu tinggi lompatannya

Rep: Fuji E Permana / Red: Muhammad Subarkah
Jamaah Haji mengelilingi Ka
Foto: AP Photo/Amr Nabil
Jamaah Haji mengelilingi Ka

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj, menanggapi Kementerian Agama (Kemenag) yang mengusulkan biaya haji reguler sebesar Rp 42 juta. Komnas Haji dan Umrah menilai kenaikan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) tersebut loncatannya terlalu tinggi.

Mustolih mengatakan, acuan penyelenggaraan haji Indonesia melihat dari tahun 2019. Karena tahun 2020 dan 2021 pemerintah Indonesia tidak mengirimkan misi haji akibat pandemi Covid-19.

"Pada tahun 2019 pembayaran (Bipih) dipatok Rp 35 juta meskipun ada beberapa embarkasi di atas (Rp 35 juta) itu, artinya kalau kita menggunakan acuan (tahun 2019) itu maka kenaikan (Bipih jadi) Rp 42 juta terlalu tinggi lompatannya," kata Mustolih kepada Republika, Rabu (16/3/2022)

Ia menjelaskan, sebelumnya menteri agama menyampaikan bahwa Kemenag menggunakan acuan Bipih Rp 45 juta dengan asumsi kenaikan Bipih dipicu oleh protokol kesehatan (prokes) di masa pandemi Covid-19. Kalau asumsi kenaikan Bipih adalah prokes, sementara prokes sekarang relatif lebih lentur, baik di negara Indonesia maupun di Arab Saudi. Maka acuan menaikan Bipih dengan alasan prokes tidak relevan dengan hari ini.

Ia menegaskan, jika pandemi Covid-19 sudah tidak ada dan prokes sudah tidak perlu dijalankan, apakah harga Bipih bisa kembali ke Rp 35 juta, kalau acuan kenaikan Bipih adalah prokes.

"Kenaikan biaya haji (Bipih) tidak bisa dihindari, kalau alasannya Covid-19 saya meragukan itu, sebetulnya pemicu kenaikan harga seharusnya dan sebetulnya disampaikan bukan semata-mata karena Covid-19, tapi karena kenaikan pajak yang dikenakan pemerintah Arab Saudi, harga avtur naik, logika inflasi, dan lain sebagainya," ujarnya.

Mustolih mengatakan, kalau kenaikan Bipih disampaikan akibat kenaikan harga barang dan jasa, itu relatif lebih bisa dipahami jika kenaikannya sampai Rp 42 juta. Sebab logika harga di manapun akan terus merambat naik, misalkan karena isu perang di Ukraina, Arab Saudi menaikan pajak, kenaikan harga barang seperti biaya transportasi darat, udara , hotel dan lain sebagainya. Mestinya itu narasi yang harus disampaikan Kemenag terkait kenaikan Bipih.

"Tapi kalau narasi awal yang dibangun kenaikan Bipih karena Covid-19, ketika Covid-19 melandai, harga (Bipih) pun melandai kembali juga," jelasnya.

Ia mengatakan, kalau kenaikan Bipih Rp 42 juta, angka itu perlu dikoreksi kembali. Sebab masyarakat akan berat untuk melunasinya, karena masih belum pulih akibat dihantam pandemi Covid-19. Tapi kalau kenaikan Bipih Rp 2 juta sampai Rp 3 juta dari Rp 35 juta masih bisa dipahami.

Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Hilman Latief menyebut pihaknya telah menyiapkan usulan Bipih Haji Reguler 2022 tanpa protokol kesehatan (prokes). Dalam usulan alternatif ini, Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan biaya haji reguler sebesar Rp 42 juta.

"Berdasarkan perkembangan yang ada, kami optimis tahun 2020 M akan diselenggarakan ibadah haji tanpa prokes. Karena itu, kami telah menyiapkan alternatif usulan BPIH dengan asumsi tanpa prokes perjamaah, yaitu Rp 83 juta dan Bipih yang akan dibayar jamaah senilai Rp 42 juta," kata Hilman dalam rapat bersama Komisi VIII DPR RI, Rabu (16/3).

Angka tersebut mengalami penurunan dari yang sebelumnya disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 14 Februari lalu, senilai Rp 45 juta. Hilman menyebut usulan sebelumnya menggunakan asumsi kuota 100 persen.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement