IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Abdulmecid dan keluarganya pertama kali pindah ke Territet, sebuah kota kecil di Swiss, dan kemudian ke kota Nice di Prancis, di mana dia tinggal sampai tahun 1939 sebelum pindah ke Paris.
Terlepas dari pendidikan di Istanbul, tren Eropa telah membentuk perkembangan artistik dan intelektual sang pangeran.
Nazan Olcer, kurator pameran Sakip Sabanci, mengatakan bahwa sang pangeran menggabungkan Barat dan Timur, menghabiskan hidupnya sesuai dengan zeitgeist, menganut tradisi dan agama tetapi pada saat yang sama tetap terbuka ke Barat.
Sementara Abdulmecid tidak biasa dalam menikmati karir produktif sebagai seniman dan sebagai negarawan, perjalanannya mencerminkan kisah modernisasi dan westernisasi di negaranya sendiri.
Itu adalah transformasi yang pada akhirnya akan berakibat fatal bagi Kekaisaran Ottoman, karena perubahan tersebut memicu perdebatan tanpa akhir di Turki tentang apakah para elit telah menjadi terasing dari budaya mereka sendiri, sebuah pertanyaan yang bertahan hingga hari ini.
Namun demikian, sang pangeran adalah seorang intelektual bersayap dua. Olcer menjelaskan bahwa dia adalah seorang pelukis dan hattat (kaligrafer Islam."
“Dia setia pada agama dan tradisinya, tetapi juga seorang pemain musik barat, pendukung teater.”