IHRAM.CO.ID, JAKARTA— Hasan bin Abu al-Hasan al-Bashri adalah wali Allah SWT yang lahir di Madinah pada 21 Hijriyah atau 642 Masehi.
Abdurrahman Ahmad AS-Sirbuny mengatakan, ayahnya Hasan adalah Al-Yasar seorang budak milik Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, sahabat pilihan dan penulis wahyu.
Ibu beliau adalah Khairah, budak Ummul Mu'minin Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia lahir pada masa Khalifah Umar bin al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, tepatnya dua tahun terakhir beliau menjadi khalifah.
"Kelahiran Al-Hasan sangat menggembirakan Ummu Salamah RA. Ibunda Khairah menyerahkan kepada Ummu Salamah untuk memberikan nama anaknya," tulis Abdurrahman Ahmad As- Sirbuny dalam bukunya "Kisah Haji Wali-Wali Allah".
Ummu Salamah pun memberi nama dengan nama yang beliau senangi, yaitu Al-Hasan. Ummu Salamah sangat mencintai Al-Hasan, sehingga beliaulah yang mengasuhnya, bahkan menyusuinya.
Ummu Salamah RA adalah salah satu istri Rasulullah SAW yang paling banyak ilmunya dan banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW, kurang lebih 387 hadits telah dia hafal dari Rasulullah SAW. Beliau adalah seorang wanita yang mampu baca tulis sejak masa jahiliyah.
"Sehingga Al-Hasan tumbuh menjadi seorang pemuda yang gagah, rupawan, dan pemberani sekaligus mewarisi nubuah berupa ilmu dan amal," katanya.
Hasan al-Bashri banyak bertemu dengan para sahabat Nabi Muhammad SAW, termasuk tujuh puluh orang ahli Badar. Dia terkenal karena kesalehannya dan penolakan yang tegas terhadap keduniawian. Pada suatu hari, di tengah terik matahari yang menyengat, ketika Hasan al-Bashri sedang wukuf di Arafah dalam menunaikan hajinya.
"Tiba-tiba seorang laki-laki berkata kepadanya. Tidakkah sebaiknya engkau beralih saja ke tempat yang teduh?”
Dengan penuh keheranan, Al-Hasan berkata, “Apakah aku kini sedang berada di bawah terik matahari? Sungguh aku teringat satu dosa yang pernah aku lakukan, sehingga aku tidak lagi merasakan panasnya terik matahari!”
Padahal waktu itu, kain ihramnya telah basah kuyup karena peluh, yang seandainya diperas, niscaya akan mengalir air peluhnya dengan deras.
Sedangkan dosa yang dia maksud itu mungkin sekadar selintas pikiran yang tercetus begitu saja, yang seandainya terjadi atas orang selainnya, tentu tidak dianggapnya sebagai dosa sekecil apa pun.