Sabtu 30 Apr 2022 10:38 WIB

Dimensi Spritual dalam Aktivitas Mudik

Banyak aktivitas kemasyarakatan yang diinspirasi dan dijiwai oleh spirit keagamaan.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Agung Sasongko
Pengendara menunggu giliran untuk melintas saat pemberlakuan satu arah (one way) di Limbangan, Kabupaten Garut, Jumat (29/4/2022) malam. Kepolisian Resor (Polres) Garut memberlakukan sistem satu arah guna mengurai kepadatan dan kemacetan serta mempermudah arus mudik Jalur Selatan Jawa Barat yang menuju Tasikmalaya, Ciamis hingga Jawa Tengah. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Pengendara menunggu giliran untuk melintas saat pemberlakuan satu arah (one way) di Limbangan, Kabupaten Garut, Jumat (29/4/2022) malam. Kepolisian Resor (Polres) Garut memberlakukan sistem satu arah guna mengurai kepadatan dan kemacetan serta mempermudah arus mudik Jalur Selatan Jawa Barat yang menuju Tasikmalaya, Ciamis hingga Jawa Tengah. Foto: Republika/Abdan Syakura

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- KH. Asrorun Ni'am Sholeh menilai, mudik memiliki dimensi keagamaan yang sangat kuat. Kiai Ni'am yang juga menjabat sebagai ketua Komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan banyak aktivitas sosial kemasyarakatan yang diinspirasi dan dijiwai oleh spirit keagamaan. Salah satunya adalah aktivitas mudik.

"Aktivis mudik mampu menggerakan puluhan juta orang bergerak dari satu titik ke titik lain itu salah satunya motivasi keagamaan untuk kepentingan silaturahim. Dan di dalam Islam silaturahmi itu memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Bahkan menjadi salah satu penanda seseorang sempurna atau tidak sempurna keimanannya kepada Allah dan hari akhir," kata kiai Ni'am dalam tausiyahnya pasca sholat tarawih di Masjid Al Azhar Jakarta yang juga disiarkan virtual.

 

Sebagaimana dalam sebuah hadits :

 

مَن كانَ يُؤْمِنُ باللَّهِ واليَومِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، ومَن كانَ يُؤْمِنُ باللَّهِ واليَومِ الآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ، ومَن كانَ يُؤْمِنُ باللَّهِ واليَومِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أوْ لِيَصْمُتْ

 

Artinya: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia menyambung tali silaturrahmi, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia berkata baik atau diam" (HR Bukhari).

 

Kiai Ni'am menjelaskan huruf lam dalam hadits tersebut merupakan lam amri. Sehingga ketentuan silaturahmi itu wajib dalam islam dan memiliki kedudukan yang sangat tinggi. 

 

Menurut kiai Ni'am silaturahim yang memiliki kedudukan yang sangat tinggi itu bukan membalas kunjungan terhadap orang yang sudah berbuat baik dan juga yang sudah menyambung tali kekerabatan. Orang-orang yang sudah terjalin hubungan dengan bak tinggal memperkokoh dan mempererat. 

 

Menurut kiai Ni'am silaturahim yang memiliki kedudukan yang tinggi adalah yang menyambung dengan orang yang memutus silaturahmi. Sebab menurut kiai Niam dibutuhkan kelapangan hati dalam menyambung silaturahmi dengan orang yang telah memutusnya. 

 

"kewajiban ktia adalah menyambung orang yang memutus. Hakikat silaturahim adalah engkau menyambung terhadap orang yang memutus tali persahabatan tali persaudaraan," katanya.

 

 

sumber : A
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement