IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ahmad Zubaidi, mengungkap pada prinsipnya, puasa adalah ketaatan. "Artinya kita melaksanakan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi semua larangan-larangan Allah SWT. Dengan semangat Ramadhan, hawa nafsu telah kita latih dengan pengendalian diri," kata Kiai Zubaidi.
Seluruh anggota tubuh, mulai dari mata, telinga, hidung, mulut, tangan, kaki hingga anggota tubuh yang lainnya, telah dipuasakan dan dikendalikan hanya untuk ketaatan kepada Allah SWT. Dengan begitu, selama 11 bulan ke depan, seluruh anggota tubuh pun akan bisa diarahkan agar hanya difungsikan untuk hal-hal yang berkenaan dengan ketaatan pada Allah SWT.
"Apalagi berkenaan dengan lisan. Lisan ini sangat penting. Lisan sudah dilatih selama bulan Ramadhan, kita harus ketat menjaganya karena lisan ini bisa kita gunakan untuk meng-ghibah dan perbuatan-perbuatan keji lain seperti fitnah dan adu domba dan sebagainya," terangnya.
Kiai Zubaidi juga mengajak untuk senantiasa melatih dan mengendalikan lisan hanya untuk hal-hal yang baik saja sehingga selama 11 bulan ke depan, lisan setiap Muslim hanya untuk berkata yang baik. Dia menekankan, bila tidak mampu berkata baik maka sebaiknya diam.
"Demikian juga hati. Puasa kita harus mencapai bukan hanya mempuasakan anggota tubuh zhohir kita, melainkan mempuasakan hati. Maka hati ini pun sudah kita latih dan kita puasakan selama Ramadhan. Dengan hati yang bersih, kita terbebas dari penyakit hati untuk mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan mempunyai hubungan yang baik sesama manusia, dan tentunya juga semangat ibadah yang lebih baik kepada Allah SWT," tambahnya.
Kiai Zubaidi menuturkan, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga konsistensi amal ibadah selama 11 bulan ke depan. Pertama, istiqomahkan amalan-amalan ibadah wajib dan sunnah yang biasa dilakukan di bulan suci Ramadhan. Laksanakan ibadah wajib dengan maksimal, seperti sholat secara berjamaah, sehingga bisa meraih pahala yang lebih besar dan ibadah yang maksimal.
"Sunnah-sunnah juga kita lakukan, jangan berhenti. Misalnya membaca Alquran dilanjutkan, bersedekahnya harus dilanjutkan, qiyamullail-nya dilanjutkan. Di bulan Ramadhan kita shalat tarawih dengan rakaat yang banyak. Ada yang 23, ada yang 11, maka lanjutkan dengan sholat malam, mau 2 rakaat atau 4 rakaat, silakan," ungkapnya.
Jika senantisa melanggengkan ibadah sunnah pada bulan-bulan di luar bulan suci Ramadhan, dengan sendirinya akan istiqamah dan dengan sendirinya juga bisa mempertahankan konsistensi amal ibadah yang baik di bulan Ramadhan untuk juga dilaksanakan pada bulan-bulan selain Ramadhan.
"Yang mahdhah kita lakukan dengan sebaik-baiknya dengan maksimal, sholatnya, dan juga ibadah mahdhah lain seperti zakat. Zakat di luar bulan Ramadhan bisa dilakukan dengan zakat maal. Kalau tidak dengan zakatnya, maka infak dan sedekahnya dilanjutkan. Jangan berhenti," tuturnya.
Dan yang tak kalah penting lagi ialah ibadah ghairu-mahdhah, yang memiliki cakupan sangat luas. Semua perbuatan baik, yang meliputi aspek aspek muamalah, tentu menjadi ladang amal ibadah selama diniatkan untuk ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
"Termasuk ketika kita kembali bekerja. Kita bekerja dengan sebaik-baiknya, dengan niat ibadah, Insya Allah apa yang kita lakukan, di samping mendapatkan ma'isyah, mendapatkan kehidupan, kita juga akan mendapatkan pahala untuk bekal kehidupan di akhirat nanti," kata dia.