IHRAM.CO.ID,BANDUNG—Wabah Penyakit Kuku dan Mulut (PMK) semakin meresahkan. Sejumlah daerah di Jawa Barat yang mayoritas merupakan lumbung hewan ternak telah masuk dalam daftar merah PMK. Hal ini tentu berimbas pada pasokan daging menjelang Idul Adha yang tak lama lagi akan menyapa.
Kota Bandung sendiri, tergolong sebagai wilayah yang masih mengandalkan pasokan pangan dari wliayah lain. Alhasil, kemungkinan besar pasokan daging tahun ini tidak akan sepadan dengan kebutuhan yang biasanya akan meningkat menjelang momen Idul Adha.
“Nah ini yang menjadi kritis Kota Bandung sebenarnya, karena saat Idul Adha pasti kebutuhan daging akan meningkat. Sedangkan stok yang ada sangat terbatas, walaupun memang pasti akan tetap mendatangkan dari luar Bandung, selama hewan tersebut memiliki SKKH (surat keterangan kesehatan hewan) dan berasal dari zona hijau atau bebas PMK,” jelas Gin Gin saat ditemui di Balai Kota Bandung, Rabu (25/5/2022).
Dia mengatakan, sejauh ini, berdasarkan data dari 295 peternak di Kota Bandung, tercatat ada sekitar 1900 ekor hewan ternak yang terdiri dari sapi, domba, dan kerbau yang akan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan daging kurban. Namun, jumlah ini masih sangat jauh jika berkaca pada kebutuhan daging kurban di tahun sebelumnya yang mencapai 5000-6000 ekor untuk daging sapi, dan 15.000 ekor untuk daging kambing atau domba.
“Secara logikanya memang pasti akan tetap mendatangkan dari luar,” kata dia.
Selain kurangnya pasokan daging kurban, persoalan lain yang tengah diantisipasi Pemerintah Kota Bandung adalah kedatangan pedagang hewan ternak musiman yang biasanya akan mulai berbondong-bondong memenuhi Kota Bandung di hari-hari menjelang Idul Adha. Menurut Gin Gin, mayoritas pedagang musiman tersebut berasal dari luar wilayah Bandung.
“Makanya kita konsolidasi dengan pejabat wilayahan, untuk menjaga kedatangan pedagang musiman ini, jadi secara administrasi mereka (pedagang ternak musiman) harus memiliki SKKH dan surat rekomendasi teknis mulai dari tempat, kandang, dan hewannya sehat. Itu yang akan kita coba lakukan,” ujarnya.
“Tapi ini sebenarnya bukan tidak boleh masuk, tapi selama ada pernyataan bahwa sapi atau ternak yang masuk itu sehat dan memiliki SKKH, ya kita perkenankan masuk, termasuk juga dari daerah yang memang hijau atau bebas kasus PMK,” sambungnya.
Gin gin juga menyarankan masyarakat yang hendak berqurban agar mengirim hewan kurbannya ke rumah potong hewan (RPH) agar hewan yang akan dipotong dapat diperiksa dan dipastikan terlebih dahulu kesehatan dan kelayakannya untuk disembelih. Hal ini juga merujuk pada adanya pemotongan bersyarat bagi hewan yang memiliki gejala-gejala penyakit tertentu, termasuk PMK.
“Sebaiknya memotong hewan kurban di RPH. Karena kalau ada hewan yang terindikasi ini (PMK), kalaupun memang harus dipotong, itu termasuk dengan pemotongan bersyarat, seperti tidak boleh mencemari air, darah tidak boleh mengalir, jadi memang agak ketat,” jelasnya.
Dia juga menghimbau masyarakat untuk tidak mudah tergiur dengan daging-daging yang dibanderol dengan harga miring, karena bisa saja daging tersebut berasal dari hewan yang memiliki gejala PMK. Walaupun memang sejatinya PMK ini tidak bisa menular ke manusia, kata dia.
“Sebenarnya ini (PMK) tidak terlalu berpengaruh kepada manusia, karena PMK ini bisa hilang selama memang pengolahan dagingnya dilakukan dengan benar, misalnya direbus lama, itu virusnya bisa mati,” jelasnya.
“Tapi tetap kita menghimbau masyarakat agar tidak terlalu tergoda dengan harga murah, karena ada kemungkinan itu daging hewan yang sakit. Bisa jadi begitu, tapi mudah-mudahan tidak,” pungkasnya.