Rabu 15 Jun 2022 03:15 WIB

Mayoritas Muslim Amerika Ingin UU Senjata Diperketat

Sebagian besar Muslim Amerika percaya undang-undang pengendalian senjata dibutuhkan.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Agung Sasongko
Lubang peluru masih ada di jendela etalase di lokasi penembakan massal di South Street di Philadelphia, Ahad, 5 Juni 2022.
Foto: AP Photo/Michael Perez
Lubang peluru masih ada di jendela etalase di lokasi penembakan massal di South Street di Philadelphia, Ahad, 5 Juni 2022.

IHRAM.CO.ID, WASHINGTON -- Sebuah laporan baru oleh Institute for Social Policy and Understanding (Ispu) menemukan, sebagian besar Muslim Amerika percaya undang-undang pengendalian senjata harus lebih ketat.

Dillansir dari laman Middle East Eye pada Selasa (14/6), Menurut jajak pendapat, 65 persen responden Muslim percaya undang-undang pengendalian senjata yang ada harus lebih ketat. Hasilnya sedikit lebih tinggi dari 64 persen orang Yahudi dan Katolik yang disurvei.

Baca Juga

Muslim lebih mungkin daripada Protestan (54 persen), Evangelikal kulit putih (30 persen), dan masyarakat umum (57 persen) untuk memiliki pandangan ini. Menurut survei, Muslim kulit putih lebih cenderung percaya bahwa undang-undang senjata harus lebih ketat daripada orang kulit putih Amerika di masyarakat umum. Namun, Muslim kulit hitam lebih cenderung percaya bahwa undang-undang yang mencakup penjualan senjata api seharusnya tidak terlalu ketat daripada orang kulit hitam Amerika.

Laporan tersebut akan dirilis secara penuh pada Agustus. Itu datang hanya dua pekan setelah 21 orang, kebanyakan anak-anak, tewas dalam penembakan massal di Sekolah Dasar Robb di Uvalde, Texas.

Menurut data dari Washington Post, lebih dari 311 ribu anak di Amerika telah mengalami kekerasan senjata di sekolah semenjak penembakan di Columbine High School padal 1999. Pada periode yang sama, 185 tewas dan 369 terluka.

“Sayangnya semua orang Amerika terkena dampak kekerasan senjata, secara langsung atau tidak langsung. Ketika kepemimpinan lokal, negara bagian, dan nasional kami bekerja untuk menemukan solusi yang efektif, opini publik sangat penting untuk dipahami,” kata direktur eksekutif Ispu, Meira Neggaz.

"Pekerjaan kami meneliti pendapat Muslim Amerika, dibandingkan dengan kelompok lain di lanskap agama negara itu, mengungkap bahwa sebagian besar kelompok dan mayoritas orang Amerika selaras dalam keprihatinan mereka tentang keadaan undang-undang senjata saat ini," lanjutnya. 

Adapun penembakan di sekolah dasar Texas, dan di supermarket New York yang menewaskan 10 orang kulit hitam, telah meningkatkan tekanan pada politisi untuk mengambil tindakan.

Sementara sekelompok senator mencapai kesepakatan tentang kerangka kerja untuk undang-undang pengendalian senjata yang bisa menjadi paling signifikan disahkan di tingkat federal dalam beberapa dekade. Inti dari kesepakatan Senat adalah untuk menyediakan sumber daya substansial bagi negara bagian untuk menerapkan undang-undang 'red flag'. Hal ini memungkinkan individu seperti polisi atau anggota keluarga mengajukan petisi ke pengadilan untuk menjauhkan senjata api dari orang-orang yang dianggap berisiko bagi diri mereka sendiri atau orang lain.

Pemimpin mayoritas Senat Chuck Schumer mengatakan  bahwa dia akan membawa RUU itu ke pemungutan suara di parlemen segera setelah ditulis.

"Saya akan meletakkan RUU ini di lantai sesegera mungkin, setelah teks kesepakatan akhir diselesaikan sehingga Senat dapat bertindak cepat untuk membuat reformasi keamanan senjata menjadi kenyataan," kata Schumer kepada senat.

"Kesepakatan kemarin tidak memiliki semua yang diinginkan Demokrat, tetapi tetap merupakan reformasi paling signifikan terhadap undang-undang keamanan senjata yang telah kita lihat dalam beberapa dekade," lanjutnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement