IHRAM.CO.ID,LONDON -- Beberapa kelompok hak asasi manusia dan organisasi Muslim bergabung dalam kampanye mengutuk otoritas Saudi. Kerajaan diduga menggunakan haji sebagai sarana 'penindasan'.
Hal ini dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya melarang Muslim tertentu datang ke negara itu, atau memikat orang lain untuk datang namun kemudian ditangkap dan dideportasi ke negara-negara di mana mereka akan berisiko.
Dalam sebuah pernyataan, Yayasan Hak Sanad mengatakan pihak berwenang Saudi menggunakan ibadah haji dan umrah sebagai sarana untuk "menekan para pembangkang" yang menentang kebijakan negara.
“Pemerintah Saudi dengan tegas dan berulang kali mempolitisasi Dua Masjid Suci Makkah dan Madinah, dan menjadikan haji dan umrah sebagai alat represi, sarana untuk melenyapkan lawan, dan cara mendukung beberapa rezim otoriter,” kata mereka dikutip di Middle East Eye, Jumat (17/6/2022).
Pada 2019, ada 2,5 juta Muslim di seluruh dunia yang melakukan haji. Namun, hanya 1.000 orang Saudi yang melakukan ritual Islam tahunan ini pada 2020 di tengah pandemi Covid-19. Angka tersebut meningkat menjadi 60.000 jamaah haji Saudi di tahun berikutnya.
Tahun ini, Kementerian Haji dan Umrah Kerajaan Saudi mengumumkan jumlah peziarah yang diizinkan mencapai satu juta. Semua jamaah harus berusia di bawah 65 tahun, divaksinasi penuh Covid-19, dan menunjukkan tes PCR negatif dalam waktu 72 jam sebelum mencapai Arab Saudi.
Meski ziarah tahunan telah dibuka untuk umat Islam di seluruh dunia, kelompok-kelompok hak asasi manusia masih merasa prihatin dengan perlindungan dan keamanan mereka yang hadir.
//Middle East Eye// telah melaporkan kasus-kasus di mana Muslim Uyghur ditahan di Arab Saudi setelah memasuki negara itu. Mereka bertujuan untuk melakukan ziarah ke kota suci Muslim Makkah.
Pada bulan April, Aktivis AS melakukan protes atas nama empat anggota kelompok minoritas Muslim. Mereka menyerukan agar Arab Saudi tidak mengekstradisi mereka ke China, dengan mengatakan mereka berisiko ditahan, disiksa dan dianiaya secara sewenang-wenang jika dikembalikan.
Pada 2019, //MEE// juga mengungkapkan Arab Saudi menolak visa haji kepada sekitar 70 pengungsi Palestina dari Suriah. Setahun sebelumnya, Qatar menuduh Riyadh menolak kesempatan para peziarahnya untuk melakukan ibadah haji. Kerajaan membantah klaim ini.
"Rezim Saudi juga mencegah banyak Muslim melakukan haji atau umrah, hanya karena sikap politik atau ideologis mereka pada beberapa masalah, atau karena menggunakan hak kebebasan berbicara mereka," kata Sanad dalam pernyataannya.
//MEE// lantas menghubungi pihak Kementerian Haji dan Umrah Saudi untuk memberikan komentar. Tetapi hingga berita ini dibuat, masih belum ada tanggapan yang diterima.
Selama hampir 100 tahun, semua raja-raja Saudi telah mengadopsi gelar kehormatan Penjaga Dua Masjid Suci, sebuah cara untuk memperkuat posisi mereka sebagai pemimpin di dunia Muslim.
Meski Kerajaan Saudi telah menerima pujian atas pengelolaan ibadah haji dan umrah, keluarga Al-Saud yang berkuasa juga menerima kritik karena memiliki suara penuh tentang siapa Muslim yang bisa ikut hadir dalam ziarah.
Pada 2020, Al Haramain Watch, sebuah organisasi non-pemerintah, meluncurkan petisi daring yang menyerukan "pemerintahan Muslim terpadu dari semua negara Muslim", untuk mengelola dua kota suci Muslim Makkah dan Madinah.
Petisi yang ditandatangani oleh lebih dari 100 cendekiawan Muslim ini menuduh Riyadh melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia dan membatasi akses minoritas ke kota-kota suci.
Pekan lalu, pemimpin tertinggi Iran Ali Khamenei meminta otoritas Saudi untuk memastikan keselamatan dan keamanan semua peziarah, termasuk warga Iran, yang mengunjungi Makkah untuk menunaikan haji. Ali Khamenei menyebut rumah suci Ka'bah adalah milik rakyat.
"Ada tanggung jawab berat di pundak negara yang menjadi tuan rumah haji, Makkah bukan untuk mereka, Makkah untuk semua," katanya tentang Arab Saudi ketika berbicara dengan pejabat Iran.
“Pada akhirnya, ada negara yang memimpin dan mengatur hal-hal di sana, harus bertindak untuk kepentingan dunia Islam dan bukan untuk kepentingannya sendiri,” lanjut dia.
Lebih dari 450 peziarah Iran tewas dalam desak-desakan selama haji 2015 di Makkah. Pejabat Iran pada saat itu menuduh otoritas Saudi melakukan kesalahan dalam manajerial yang menyebabkan bencana itu.
Sumber:
https://www.middleeasteye.net/news/hajj-saudi-arabia-urged-stop-using-pilgrimage-repress-dissidents