Ahad 24 Jul 2022 16:50 WIB

Upaya Komersialisasi Aset Wakaf Melalui APIF

Upaya Komersialisasi Aset Wakaf Melalui APIF

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Muhammad Hafil
 Upaya Komersialisasi Aset Wakaf Melalui APIF. Foto:  Ilustrasi Inovasi Wakaf
Foto: Republika/Thoudy Badai
Upaya Komersialisasi Aset Wakaf Melalui APIF. Foto: Ilustrasi Inovasi Wakaf

IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Skema pembiayaan aset wakaf masih belum familiar dilakukan di Indonesia. Skema tersebut telah lazim di luar negeri, salah satunya dari Islamic Development Bank (IsDB) melalui  Awqaf Property Investment Fund (APIF) yang sedang coba diterapkan di dalam negeri.

Namun demikian, masih terdapat beberapa kendala yang bersifat struktural dan fundamental dalam implementasinya. Ketua FWP, Bobby Manullang mengatakan hanya proyek-proyek high profil yang bisa dipertimbangkan sehingga serapannya masih rendah.

Baca Juga

Skema yang diajukan APIF adalah pembiayaan komersial dalam mata uang dolar AS dengan pagu minimal lima juta dolar AS atau setara dengan Rp 75 miliar.

"Jika dihitung dengan mempertimbangkan kurs dolar ASnya, imbal hasil atas pembiayaan ini di atas 13 persen per annum, dan ini lebih tinggi dari rate pembiayaan dalam negeri yang berkisar 8 - 11 persen," katanya pada Republika, Ahad (24/7/2022).

Dengan pagu Rp 75 miliar dan tenor 15 tahun, maka nadzir berkewajiban mengembalikan pokoknya saja sebesar Rp 5 miliar per tahun. Belum termasuk ujroh dan imbal hasilnya.

Bobby mengatakan bisnis kebanyakan wakaf produktif di Indonesia belum sepenuhnya komersial. Hampir belum ada profil bisnis wakaf produktif yang sanggup menghasilkan return dan margin net Rp 5 miliar sebagai sumber pengembalian pinjaman modalnya.

"Jikapun pembiayaan ini untuk menutup gap direct fundraising yang dilakukan nadzir, maka capaian penghimpun per proyek wakaf juga agak jarang terjadi dengan nilai Rp 5 miliar per tahun," katanya.

Belum lagi, nadzir masih ada kesulitan mencari justifikasi syariah untuk menambal biaya yang disebabkan munculnya selisih kurs dolar AS. Ini mungkin sekali terjadi, mengingat penerimaan dari usaha nadzir dalam mata uang rupiah.

Selain itu, biasanya ada risiko mispersepsi dari masyarakat apabila nadzir mengakses dana pembiayaan untuk aset wakaf. Persepsi nadzir mengkomersilkan aset wakaf masih dianggap negatif dan pasti akan muncul ke permukaan.

"Meskipun begitu, kita tetap appreciate dengan itikad baik APIF ini, walau bagaimana pun APIF dan Islamic Development Bank (IsDB) tetaplah lembaga keuangan yang tak mungkin mencari margin," katanya.

Sejumlah kemudahan juga diterapkan seperti APIF memungkinkan memberi pembiayaan tanpa agunan. Kabarnya, tambah Bobby, kemampuan nadzir akan disesuaikan dengan tenor masa pengembalian. Tapi bila maksimal tetap 15 tahun ini masih sangat berat untuk kondisi saat ini.

Ia menilai, institusi keuangan syariah mestinya melek dan sadar untuk melihat wakaf sebagai obyek pembiayaan. Sebab lembaga asing saja berani, mengapa tidak dengan lembaga keuangan syariah di dalam negeri.

Skema pembiayaan aset wakaf juga akan memungkinkan terjadinya jejaring. Nanti akan muncul koneksitas kerja sama antar lembaga baik dengan Kadin, BUMN dan seterusnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement