Nasrullah Jassam mengatakan, tradisi menitip doa ini ternyata pernah dilakukan Rasulullah SAW. Beliau pernah meminta didoakan kepada Sayyidina Umar RA, ketika Umar rmeminta izin kepada Rasulullah SAW untuk menunaikan ibadah Umroh.
Rasulullah SAW berkata. "Sertakanlah kami dalam doamu wahai saudaraku,"
Saking senangnya Sayyidina Umar berkata: "Ucapan ini bagiku lebih membahagiakan daripada dunia dan seisinya."
Inilah kata Nasrullah Jassam, kelebihan orang yang berangkat ke tanah suci, di samping orang soleh yang diminta doa, ternyata orang yang berhaji ataupun umroh juga diyakini doanya mustajab, sehingga perlu dimintakan doa.
Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki dalam bukunya Al Hajj: 'Ahkam wa fadhoil' menjelaskan, bahwa salah satu keutamaan orang yang menjalankan ibadah haji adalah doanya tidak ditolak alias diijabah oleh Allah SWT.
Dari Ibnu Abbas RA berkata: bersabda Rasulullah SAW.
"Lima doa yang tidak ditolak, doa orang haji hingga keluar, doa orang perang hingga pulang, doa orang teraniaya hingga ditolong, doa orang yang sakit, doa saudara untuk saudaranya secara ghaib. Yang paling cepat diijabah dari doa-doa tersebut adalah doa untuk saudaranya secara ghaib."
Nasrullah Jassam, menceritakan, ketika walimatussafar, teman-teman yang datang ada yang membekali dengan makanan seadanya. Dia endiri membawa bekal makanan secukupnya, makanan yang dibawa adalah makanan yang tahan lama, dengan harapan selama perjalanan ke tanah suci bisa berhemat.
"Karena makanan di kapal laut harganya lumayan mahal untuk kelas mahasiswa," katanya.
Pengalaman haji tahun 1997, Nasrullah Jassam, membawa bekal yang cukup banyak berupa lontong yang dibungkus dengan aluminium foil dan ayam goreng.
Namun karena tidak terbiasa dengan angin laut dan ombak besar kamu membuat dia menjadi mudah mual.
"Akhirnya bekal yang dia bawa Tersisa banyak," katanya.
Sehingga, selama perjalanan, Nasrullah Jassam dan teman-temannya lebih banyak minum teh manis dan makan snack yang manis untuk meringankan rasa mual itu. Setelah melalui perjalanan selama 3 hari 2 malam akhirnya rombongan temus tahun 1998 dari Mesir tiba di pelabuhan Jeddah, Arab Saudi.
Rombongan dijemput oleh pihak Badan Urusan Haji (BUH) sekarang Kantor Urusan Haji (KUH). Setelah mendapatkan orientasi selama 3 hari mengenai uraian tugas, hak dan kewajiban sebagai temus, Nasrullah dan Mahasiswa Indonesia ditempatkan di daerah kerja masing-masing.
"Ada yang di Makkah, Madinah dan saya sendiri di tempatkan di Airport King Abdul Aziz Jeddah," katanya.
Airport ini sangat unik, hanya berbentuk tenda besar permanen dengan hall-hall yang sangat luas. Hall-hall tersebut digunakan sebagai tempat transit jamaah untuk beristirahat sejenak, makan, ke kamar mandi dan selanjutnya bersiap menuju ke Madinah dan ke Makkah.
"Nampaknya Airport ini memang didesain untuk menerima jamaah haji dengan jumlah yang sangat besar dan sampai tahun 2019 bentuknya nyaris tidak berubah," katanya.
Nassrullah Jassam berharap ditugaskan di Makkah, dengan begitu
Akan lebih mudah mengatur waktu, antara menjalankan tugas dan bertemu kedua orang tua. Selain itu, karena jamaah haji memang lebih lama tinggal di Mekah daripada di Jeddah yang hanya dua hari, yaitu saat kedatangan dan kepulangan titik demikian juga saat di Madinah, jamaah haji tinggal selama 9 hari untuk melaksanakan salat Arbain.
Selebihnya jamaah haji akan berada di Kota Mekah, yaitu selama 23 sampai 25 hari. Namun, Nasrulloh tetap bersyukur ditempatkan di Jeddah, karena berkesempatan menyambut kedatangan jamaah haji dan orang tuanya sejak turun dari pesawat.
Selain itu, dia juga dapat mengatur waktu untuk menemui orang tua di Makkkah di sela waktu luang. "Alhamdulillah, saat kedua orang tua saya mendarat di Bandara King Abdul Aziz, saya berkesempatan menjemput keduanya, kemudian dengan izin pimpinan menyusul ke Makkah untuk mendampingi orang tua menunaikan ibadah umroh haji," katanya.
Advertisement