IHRAM.CO.ID,Interaksi budaya, politik, dan ekonomi antarbangsa telah mewarnai kawasan maritim itu sejak ribuan tahun sebelum Masehi (SM). Sejarah mencatat, berbagai peradaban dunia timbul dan tenggelam di kota-kota pantai Mare Mediterraneum.
Salah satu bandar terpenting di Laut Tengah adalah Sisilia. Pulau itu awalnya adalah koloni Yunani pada abad kedelapan SM. Sesudah Perang Punik pada 146 SM, daratan di lepas pantai Italia Selatan itu menjadi milik Kekaisaran Romawi.
Imperium Romawi pecah pada abad kelima.Romawi Timur atau Bizantium berupaya memulihkan kendali atas seluruh wilayah Mare Nostrum, `Laut Kita (bangsa Roma).' Sisilia, pulau terbesar di seluruh Mediterania, berhasil direbut Konstantinopel dari bangsa Jerman-Lombard pada abad keenam. Bahkan, Kaisar Konstans II sempat memindahkan pusat pemerintahan ke Sirakusa (Syracuse), yang terletak di pulau tersebut, meskipun akhirnya kembali ke lokasi semula.
Pada abad ketujuh, peradaban Islam muncul dari jazirah Arab. Yang luar biasa, daulah Islam kemudian sukses mengalahkan Imperium Persia pada 633 M. Berikutnya, bangsa Arab memainkan peranan penting dalam geopolitik Mediterania Timur, khususnya sejak peralihan kekuasaan dari Kekhalifahan Rasyidin ke Dinasti Umayyah.
Dalam sejarah Islam, Mu'awiyah bin Abi Sufyan menggagas armada perang pertama. Mulanya, pendiri Bani Umayyah itu hendak mengamankan daerah kekuasaannya di pesisir Laut Tengah dari gangguan Bizantium. Pada kemudian hari, kapal-kapal perang milik Damaskus terbukti semakin tangguh.
Pulau-pulau strategis, semisal Siprus (649 M) atau Rhodes (672 M), berhasil dikuasai. Bahkan, sebagian pesisir Afrika Utara (647-709 M)dan Andalusia (715 M) dapat ditaklukkan Muslimin berkat kehebatan angkatan lautnya.
Pada 750 M, rezim Umayyah tergantikan oleh Bani Abbasiyah. Di kawasan Mediterania Timur, tidak semua daerah menyatakan tunduk pada pemerintahan yang baru. Di beberapa wilayah, semisal Andalusia dan Maghribiyah, terjadi kekacauan karena raja-raja lokal saling berperang satu sama lain.
Untuk region Afrika Utara, Baghdad hanya mampu mengendalikan Ifriqiyah, daerah yang meliputi Tunisia dan Aljazair modern. Pada masa Khalifah Harun al-Rasyid, Ibrahim bin Aghlab ditunjuk sebagai gubernur provinsi tersebut. Ia merupakan putra perwira Muslim kelahiran Khurasan. Di bawah kepemimpinannya, orang-orang Arab dipersatukan dengan mayoritas setempat, kaum Berber-Muslim.
Lima tahun sejak menjadi gubernur, Ibrahim juga berhasil meningkatkan kapasitas angkatan laut. Dengan demikian, Ifriqiyah menjadi representasi armada Islam, khususnya di Mediterania Selatan. Di tengah popularitas dan reputasinya yang tinggi, Ibnu Aghlab tidak pernah meng khianati Baghdad. Dirinya dengan tegas menyatakan