Selasa 04 Oct 2022 21:55 WIB

Kisah Putra Penguasa yang Memilih Hidup Zuhud

Kisah berikut ini barangkali sangat langka, nyaris tidak ditemukan pada masa sekarang

Takwa (ilustrasi).
Foto:

Penasaran

Abdullah merasa penasaran dan berusaha mencari keberadaan sang pemuda. Akhirnya setelah bertanya ke sana kemari, ia pun menemukan alamatnya. Abdullah menjenguk dan bertemu dengan pemuda tadi yang rupanya tengah sakit parah. Ia menawarkan bantuan kepada sang pemuda. 

Ia menjawab, “Iya, jika tidak merepotkanmu.”

“Tidak merepotkan insya Allah,” kata Abdullah.

Ia berkata, “Apabila aku mati nanti maka juallah ini dan cucilah jubahku serta kain bulu kambing ini kemudian kafanilah aku dengannya! Bukalah saku jubahku karena di dalamnya ada sebuah cincin, ambillah cincin itu kemudian perhatikanlah kapan Harun al-Rasyid lewat di suatu jalan, dan berdirilah di lokasi yang memungkinkan bagi dia untuk melihatmu. Panggilah ia dan perlihatkan cincin itu maka ia akan memanggilmu. Setelah itu serahkanlah cincin itu kepadanya! Dan jangan kamu melakukan semua ini kecuali setelah aku mati.”

Permintaan itu sekaligus wasiat yang sangat dijaga oleh Abdullah. Setelah sang pemuda meninggal dunia, Abdullah pun berusaha menyampaikan amanat tersebut kepada penguasa Dinasti Abbasiyah itu. Tibalah saat itu. Abdullah sengaja menunggu Harun al-Rasyid yang melintas di jalanan kota. 

“Wahai amirul mukminin aku memiliki titipan untuk engkau,” sambil aku memperlihatkan cincin permata. Ia pun memerintahkan untuk membawaku bersamanya, ketika ia memasuki rumahnya ia menyuruh orang yang bersamanya agar keluar lantas bertanya kepadaku, “Siapa engkau ini?” kata Abdullah mengisahkan.

“Abdullah bin Al Faraj,” kata Abdullah.

Sang Khalifah bertanya lagi, “Cincin ini dari mana engkau mendapatkannya?”

Abdullah mengisahkan pertemuannya dengan pemuda tersebut. Tiba-tiba Harun al-Rasyid berlinangan air mata dan menangis terisak-isak sampai Abdullah merasa iba kepadanya. Setelah ia agak tenang, Abdullah bertanya kepadanya, “Wahai amirul mukminin, siapakah remaja itu sebenarnya?”

Ia menjawab, “Ia adalah anakku.”

“Bagaimana hal ini bisa terjadi ?” tanya Abdullah

Harun menjawab, “Ia dilahirkan sebelum aku menjabat sebagai khalifah dan ia tumbuh menjadi anak yang saleh. Ia menghafal Alquran dan mempelajari ilmu syar'i. Ketika aku diangkat menjadi khalifah, ia meninggalkan aku dan tidak mau menikmati harta dunia yang aku miliki sedikit pun juga.

Maka aku menyerahkan cincin ini kepada ibunya, ia adalah permata yang sangat mahal harganya.

Aku berkata kepada ibunya, serahkan cincin ini kepada anak kita dan mintalah agar ia membawanya agar ia bisa memanfaatkannya suatu hari kelak. Ia adalah seorang anak yang sangat berbakti kepada ibunya. Semenjak ibunya meninggal, aku tidak pernah lagi mendengar kabarnya kecuali kabar yang telah engkau sampaikan kepadaku.”

Saat itu juga, Sang Khalifah meminta Abdullah untuk mengantarkannya ke makam pemuda yang ternyata putra Khalifah itu. Tiba di pemakaman, Harun duduk di samping kuburan dan menangis terisak-isak sampai ketika fajar telah terbit.

Sang Khalifah meminta Abdullah untuk menemaninya berziarah ke makam anaknya itu. “Aku pun berjanji untuk senantiasa menemaninya berziarah setiap malam. Berkata Abdullah bin Al Faraj, “Aku sungguh tidak mengetahui bahwa remaja itu anak khalifah sampai Harun al-Rasyid memberitahuku.

sumber : Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement