IHRAM.CO.ID, Jejak-jejak karya Abdel Wahed el-Wakil bisa ditelusuri. Setelah menyelesaikan pembangunan Istana Suleiman pada 1979, wali kota Jeddah saat itu, Syeikh Said Farsi, menunjuk El-Wakil sebagai penasihatnya. Kedudukan ini membuat El-Wakil memiliki posisi tawar.
Ini terwujudnya melalui jalinan kemitraan yang El-Wakil lakukan dengan Pemerintah Arab Saudi dan mengembangkan program arsitektur dan desain sejumlah masjid dengan memasukkan desain-desain tradisional untuk bangunan tersebut.
Melalui kerja sama dengan Ministry of Pilgrimage and Endowment, El-Wakil membangun sejumlah masjid tanpa beton. Kerja sama ini berlangsung selama lebih dari sepuluh tahun. Maka, berdirilah sekitar 15 masjid indah dengan sentuhan klasik dan kontemporer.
Masjid-masjid tersebut memiliki kesamaan dalam penggunaan bahan-bahan dan teknologi konstruksinya. Masjid itu berdinding batu bata dan dilengkapi sejumlah kubah. Bahan-bahan lokal juga digunakan dalam pembangunan masjid.
Ukuran empat dari lima belas masjid yang paling dulu dibangunnya lebih kecil dibandingkan masjid yang ia bangun berikutnya. Keempat masjid itu adalah Masjid Pulau, Masjid Corniche, Masjid Ruwais, dan Masjid Abraj yang merupakan bagian dari program New Jeddah.
Masjid Corniche mencerminkan arsitektur masjid-masjid di Mesir yang mengandung nilai budaya tradisional yang tinggi. Keseluruhan struktur dari batu bata masjid tersebut dilapisi plester, kecuali interior kubah yang batanya terbuka dan dicat warna perunggu gelap.
El-Wakil pun membangun lima masjid lainnya di Jeddah, yaitu Masjid Suleiman, Masjid Harithy, Masjid Azizeyah, Masjid Jufalli, dan Masjid King Saud. Masjid-masjid tersebut lebih besar dibandingkan empat masjid sebelumnya dan merupakan beberapa karya terbesar El-Wakil.
Masjid King Saud bahkan dinilai sebagai bangunan monumental dengan kubah batu bata berdiameter 20 meter dan ketinggian 40 meter. Masjid yang dibangun El-Wakil tak hanya memperindah pemandangan Jeddah, namun juga ada di lokasi yang memiliki makna sejarah dan keagamaan.