Senin 21 Nov 2022 22:40 WIB

Masjid Talomanoh Gabungkan Tiga Kebudayaan

Arsitektur Masjid Talomanoh berhasil menggabungkan tiga kebudayaan.

Masjid Talomanoh.
Foto: Bujangmasjid.blogspot.com
Masjid Talomanoh.

IHRAM.CO.ID, Vadialhussein. Begitu masjid tua yang terletak di Desa Talomanoh, sekitar empat kilometer di selatan kantor distrik Bacho atau sekitar 25 km dari ibu kota Provinsi Narathiwat, Thailand itu dikenal. Masjid bersejarah itu dibangun oleh seorang ulama bernama Wadi al-Husein. Masyarakat setempat biasa menyebut bangunan yang telah berusia 300 tahun itu dengan nama Masjid Talomanoh. Ada sederet nama yang disandang masjid tua itu, antara lain: Masjid Talok Manok, Masjid Talo Mano, Masjid Wadi al-Hussein, serta Masjid al-Hussein.

Masjid itu dibangun tak lama sebelum ambruknya Kesultanan Patani. Alkisah, seorang ulama bernama Wadi al-Hussein az Sanawi, hijrah dari Bano Sano Yanya di Provinsi Patani ke distrik Bacho. Di tempat yang baru itulah, Hussein mendirikan  masjid tersebut pada 1976. Meski telah berusia tiga abad, masjid itu masih kokoh berdiri sampai hari ini. Karena itulah, sebagian Muslim di Thailand menyebutnya Masjid 300 Tahun. Menurut penelitian para sejarawan arsitektur, keterlibatan Hussein dalam pembangunan masjid itu sangatlah ambigu.

"Apakah ia yang mendirikan masjid tersebut pada abad ke-18 atau sebagai pencetus rekonstruksi masjid pada tahun 1960-an," ujar para sejarawan arsitektur dalam laman Archnet.

Arsitektur Masjid Talomanoh berhasil menggabungkan tiga kebudayaan dalam perpaduan yang harmonis. Ketiga kebudayaan itu adalah Thailand, Melayu, dan Cina. Sebelum masuk ke dalam masjid bersejarah itu, para jamaah atau pengunjung harus melewati sebuah 'jembatan' terlebih dahulu. Jembatan itu letaknya hampir setara dengan pintu masuk masjid yang memang berdiri di atas fondasi seperti rumah panggung. Model ini berasal dari kebudayaan Melayu atau Asia Tenggara yang sebagian besar rumahnya dibuat seperti panggung. Rumah panggung seperti itu biasanya dibangun di daerah-daerah yang basah.

Masjid tersebut terdiri dari dua bagian yang tersambung satu dengan yang lainnya. Seluruhnya dibuat dari kayu yang saling tersambung, tanpa menggunakan paku, sesuai dengan gaya bangunan Thailad dan Melayu. Arsitek masjid itu memilih menggunakan pasak kecil sebagai pengganti paku untuk menggabungkan satu kayu dengan kayu lain pada konstruksi masjid. Ukiran yang terdapat di jendelanya menunjukkan sifat kayu yang dipakai dan kreativitas yang artistik dan juga kepraktisan struktural. Detail ukiran yang menjadi perhatian adalah brackets kayu yang terdapat di bawah atap. Selain itu, ada pula pahatan yang berdiri di puncak atap yang melengkung.

Masjid tersebut aslinya beratapkan daun palem. Dalam proses rekonstruksi diganti dengan atap dari tanah liat merah yang dibakar. Atapnya yang berjenjang merupakan arsitektural tradisional dari Asia Tenggara. Di tengah-tengah bangunan terdapat atap pelana. Di belakang atap tersebut terdapat menara azan yang dibuat dengan gaya Cina. Lubang udara menara yang terdapat di setiap sisi menara sempit tersebut diukir dengan ukiran daun, bunga, dan desain Cina.

Masjid tiga abad itu masih aktif sebagai bangunan religius. Para pengunjung harus mendapatkan izin dari Imam desa untuk dapat memasukinya. Tidak jauh dari masjid tersebut terdapat pemakaman umat Muslim setempat. Di pemakaman tersebut terdapat batu bundar yang menandakan makam laki-laki, sedangkan batu nisan yang terdapat di atas makam perempuan hanya terlihat setengahnya saja. Hal ini dilakukan sesuai dengan adat setempat.

Desa Telok Manok atau Talomanoh adalah desa yang terletak di sebelah selatan Thailand, di dekat perbatasan Malaysia. Desa kecil ini terletak di Teluk Thailand dan berjarak sekitar empat kilometer dari Distrik Bacho. Daerah selatan Thailand yang sering disebut sebagai Patani Besar atau Patani Raya adalah daerah yang terdiri dari Propinsi Pattani, Ala, dan Satu.

Area ini sangatlah unik karena secara demografi masyarakat di daerah ini mayoritas menganut agama Islam yang cukup kuat. Hal ini bertentangan dengan demografi Thailnad yang 97 persen menganut Budha. Banyak umat Muslim yang tinggal di daerah tersebut berasal dari etnik Melayu. Sebagian besar masyarakat Muslim memang berada di Propinsi Narathiwat yang memiliki luas sekitar 4.475 km persegi itu. Nama Narathiwat berarti tempat tinggal orang-orang baik. Di daerah ini kaya akan sumber daya alam dan relatif subur. Masyarakat Desa Telok Mano menghidupi diri dengan bertani dan menangkap ikan. Namun, tidak sedikit juga masyarakat yang memperoleh pendapatan dari menangkar emas lokal, hutan rawa gambut, dan resor tepi laut.

Wilayah selatan Thailand pernah diperintah di bawah kekuasaan Kesultanan Patani yang memiliki kemiripan dengan Kesultanan Kelantan di perbatasan Malaysia. Islam tiba di daerah itu pada abad ke-12 melalui perdagangan yang dilakukan oleh orang India, Arab, dan Cina. Pada 1457 Pengadilan Patani secara resmi memeluk Islam. Dinasti Patani kemudian menjadi sebuah dinasti terbesar dan terpadat di negara bagian Semenanjung Melayu sampai akhir abad ke-17 M. Pada tahun 1688 Dinasti Kelantan kehilangan cahaya dan pengaruhnya.

Pada 1729 daerah Patani mengalami kemenangan perang sipil. Wilayah itu jatuh di bawah pengawasan Siam. Selama berada di bawah kekuasaan Siam, sultan-sultan Patani dan Kelantan diwajibkan membayar upeti dengan mengirimkan bunga atau emas ke Kerajaan Syam.  Ketegangan agama dan budaya mengakibatkan pemberontakan dari rakyat Patani. Syam harus mengurangi kekuatan dengan membagi daerah tersebut menjadi tujuh provinsi pada 1816 M. Dan sekali lagi, pada 1906 daerah tersebut dibagi menjadi empat provinsi seperti yang dikenal sampai hari ini. 

sumber : Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement