Senin 28 Nov 2022 07:59 WIB

Kekurangan Gizi Kronis dan Infeksi Berulang Penyebab Stunting

Stunting bukan hanya masalah ekonomi, tapi terkait pola asuh dan pola makan salah.

Petugas kesehatan melakukan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) pada bayi baru lahir di Puskesmas Batujajar, Jalan Raya Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Rabu (31/8/2022). Kementerian Kesehatan meluncurkan sekaligus sosialisasi edukasi progam Skrining Hipotiroid Kongenital atau uji saring kelenjar tiroid (sindrom hipotiroid) pada bayi baru lahir berumur 48 sampai 72 jam. Skrining tersebut bertujuan untuk mengantisipasi serta mencegah terhambatnya tumbuh kembang anak (stunting) dan keterbelakangan mental akibat penurunan kelenjar tiroid. Kekurangan Gizi Kronis dan Infeksi Berulang Penyebab Stunting
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Petugas kesehatan melakukan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) pada bayi baru lahir di Puskesmas Batujajar, Jalan Raya Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Rabu (31/8/2022). Kementerian Kesehatan meluncurkan sekaligus sosialisasi edukasi progam Skrining Hipotiroid Kongenital atau uji saring kelenjar tiroid (sindrom hipotiroid) pada bayi baru lahir berumur 48 sampai 72 jam. Skrining tersebut bertujuan untuk mengantisipasi serta mencegah terhambatnya tumbuh kembang anak (stunting) dan keterbelakangan mental akibat penurunan kelenjar tiroid. Kekurangan Gizi Kronis dan Infeksi Berulang Penyebab Stunting

IHRAM.CO.ID, MAKASSAR -- Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, Basra mengatakan kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang menjadi penyebab utama terjadinya stunting atau kekerdilan. 

"Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh dan kembang pada anak," kata Basra menanggapi pemicu terjadinya stunting pada anak, Ahad (27/11/2022).

Baca Juga

Dia mengatakan, kondisi itu ditandai dengan tinggi badan seorang anak yang berada di bawah anak seusianya atau standar yang ditetapkan Kementerian Kesehatan. "Perlu ditegaskan anak pendek belum tentu stunting, tetapi anak stunting sudah tentu pendek, hal ini bisa terjadi karena memang anak tersebut pendek karena genetis," katanya.

Bukan hanya tinggi badan yang terhambat, lanjut dia, tetapi pertumbuhan otak juga tidak akan berkembang. Akibat buruknya, anak akan sulit belajar, tidak cerdas dan sulit konsentrasi. Jika stunting telah terjadi, yang bisa dilakukan hanya memperbaiki gizi agar dampaknya tidak lebih besar.

Dia menambahkan, kasus stunting dapat terjadi akibat anak tersebut sulit mendapatkan akses terhadap gizi, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Penyebabnya karena faktor ekonomi orang tua atau kurang pengetahuan keluarga terkait pola asuh dan pola makan yang baik.

"Stunting tidak hanya terjadi pada keluarga yang kurang mampu, banyak keluarga yang berada tetapi anaknya stunting. Ini menggambarkan stunting bukan hanya masalah ekonomi, tetapi terkait pola asuh dan pola makan yang salah," kata Basra.

Ditambahkan saat ini angka prevalensi Stunting Sidrap berdasarkan data SSGI tahun 2021 sebesar 25,4 persen. Sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan batas toleransi stunting suatu negara hanya 20 persen.

Terkait penanganan stunting di Kabupaten Sidrap, Basra menuturkan telah mengembangkan inovasi "Sahabat Stunting" atau "Saya Hadir Buat Stunting". Program ini merupakan program pendampingan dengan sasaran ibu hamil, ibu nifas, anak balita, dan remaja putri melalui pemberian edukasi dan layanan kesehatan terkait pencegahan stunting.

Lewat program Sahabat Stunting ini, Dinkes akan memberikan layanan kesehatan, edukasi, deteksi dini risiko stunting, pelayanan rujukan perawatan, dan pemberdayaan masyarakat.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement