IHRAM.CO.ID, Jabir bin Aflah dan beberapa astronom terkemuka lain bekerja memperbaiki sistem parameter dan model tata surya Ptolemeus. Jabir menyempurnakan model instrumen angkasa yang disebut tarquetum.
Fungsinya untuk mengukur koordinat maupun gerakan benda-benda langit. Richard P Lorch dalam buku The Astronomical Instruments of Jabir ibn Aflah, mengatakan, tarquetum berhasil menggabungkan model tata surya Ptolemeus dan fungsi astrolabe.
Peralatan itu ditemukan oleh ilmuwan Barat, Bernard dari Verdum dan Franco dari Polandia pada abad 13, serta segera menarik perhatian kalangan saintis Barat. Tarquetum turut melingkupi tiga unsur koordinat angkasa, garis lintang, ekuator, serta sudut ekliptik.
Jadi, papar Paul M Ribsky pada buku Important Astronomers, Their Instrument and Discoveries, alat itu bisa dikatakan sebagai kalkulator astronomi. Kegunaan lain adalah untuk menemukan posisi komet. Seperti disebutkan pada buku Cometary Theory in Fifteen Century, Jane L Jervis menilai, tarquetum yang dikembangkan Jabir merupakan alat pertama untuk mengobservasi komet maupun meteor.
Pengaruh dari instrumen tadi begitu besar bagi kemajuan ranah astrnomi di dunia Islam. Hingga pada abad 13, observatorium terkemuka, Maragha, melengkapi fasilitas penelitiannya dengan alat tersebut. Beberapa astronom terkenal semisal Nasir al Din al Tusi tercatat pernah pula memanfaatkan tarquetum.
Dalam buku History of Science, George Sarton memuji keahlian Jabir pada lingkup kajian astronomi Islam. Ia tidak hanya memperbaiki kesalahan Ptolemeus, tetapi juga membuka pintu bagi pengembangan matematika astronomi modern di era berikutnya.
Karya serta pemikiran Jabir ibn Aflah terus menjadi rujukan berharga baik di Timur dan Barat. Pada tahun 1229, di Damaskus, dilakukan penulisan ulang teks Islah al Majisi. Saat ini, buku Islah al Majisi masih disimpan di perpustakaan Berlin, Jerman. Ilmuwan asal Persia, Qutb al Din al Shirazi, kemudian membuat kesimpulan dari risalah tersebut.
Tradisi astronomi bangsa Yahudi banyak mengutip pandangan ilmiah dari Jabir. Ini dimulai oleh Moshe ben Tibbon, astronom dari tahun 1274. Sementara itu, Samuel ben Yehuda di Merseilles menerjemahkan karya Jabir ke bahasa Yahudi.
Dari buku berbahasa Yahudi inilah, pemikiran Jabir berkembang luas di daratan Eropa. Namanya dikenang dalam tinta emas sejarah kejayaan peradaban Islam serta tertera pada deretan ilmuwan Muslim yang berpengaruh pada bidang sains dan pengetahuan.