IHRAM.CO.ID, Sumbangan penting dokter Muslim di era kejayaan dalam pengembangan ilmu kedokteran diungkapkan Salma Almahdi (2003) dalam tulisannya berjudul Muslim Scholar Contribution in Restorative Dentistry yang dimuat dalam Journal of the International Society for the History of Islamic Medicine. Menurut Almahdi, dokter gigi Muslim dari abad ke-10 M lainnya yang mengembangkan dentistry adalah Abu Gaafar Amed ibnu Ibrahim ibnu Abi Halid al-Gazzar.
Dokter gigi asal Afrika Utara itu memaparkan metode perbaikan gigi secara detail dalam Kitab Zad al-Musafir wa qut al-Hadir. Kitab itu lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin sebagai Viaticum oleh Constantine the African di Universitas Salerno - yang berada di Selatan Italia. "Kitab yang ditulis Al-Gazzar merupakan yang pertama yang mengupas tentang perawatan gigi busuk/rusak," papar Almahdi.
Dalam kitabnya, Al-Gazzar menyatakan bahwa hal pertama yang perlu dilakukan untuk mengobati gigi yang busuk adalah membersihkannya. Kemudian, papar dia, gigi itu diisi dengan gallnut, madu, kemenyan, terbinth yang mengandung damar, pohon cedar yang mengandung damar, pellitory atau pengasapan dengan akar colocynthis.
Al-Gazzar pun merekomendasikan senyawa arsenik untuk gigi yang berlubang. Campuran ini juga mampu mengatasi pembusukan gigi serta mengendurkan dan meredakan ketegangan syaraf. Dokter Muslim lainnya yang memberi sumbangan penting bagi ilmu kedokteran gigi adalah Ibnu Sina lewat karyanya yang sangat fenomenal bertajuk he Canon of Medicine. Menurut Almahdi, Ibnu Sina terpengaruh oleh Al-Gazzar dalam pengobatan gigi.
Meski begitu, Ibnu Sina mengembangkan sendiri pengobatan gigi dengan caranya sendiri. Baik Al-Gazzar maupun Ibnu Sina sepakat bahwa kebusukan pada gigi disebabkan oleh "cacing gigi". Namun pendapat itu dipatahkan oleh dokter Muslim lainnya dari abad ke-12 M bernama Gaubari. Dalam Book of the Elite yang ditulisnya, Gaubari menyatakan bahwa dalam kenyataannya cacing gigi tak pernah ada. Sejak abad ke-13 M, teori cacing gigi akhirnya tak lagi diterima dalam kedokteran Islam.
Kontribusi peradaban Islam lainnya yang tak kalah penting dalam kedokteran gigi diberikan oleh Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria Ar-Razi. Dokter legendaris di era keemasan peradaban Islam itu juga secara khusus mengembangkan perawatan kesehatan gigi. Ar-Razi terbilang sebagai dokter Muslim pertama yang memberi sumbangan bagi ilmu kedokteran gigi.
Menurut Almahdi, Ar-Razi mencoba merekomendasikan metode yang dikembangkan Galen - dokter dari peradaban Yunani - dalam melepas gigi rusak dengan cara dibor. Untuk mengurangi rasa sakit saat gigi dibor, dokter terkemuka di kota Baghdad itu menganjurkan agar lubang gigi ditetesi minyak.
Selain mengkaji masalah gigi, dokter Muslim di era kekhalifahan pun sudah mengkaji kesehatan mulut, salah satunya soal lidah. Organ penting yang dibiasa digunakan untuk mengunyah, menelan dan berbicara itu mendapat perhatian khusus dari Ibnu Sina. Dalam Canon the Medicine, Ibnu Sina mengkaji berbagai penyakit lidah dan penyembuhannya.
Menurut Almahdi, dalam kitabnya yang sangat lengkap itu Ibnu Sina menerangkan tentang anatomi lidah serta penyakit-penyakit yang sering dialami organ lidah baik secara sensorik maupun motorik. Ibnu Sina membahas masalah lidah secara mendalam dalam empat belas bab.
Betapa sumbangan peradaban Islam bagi dunia kedokteran sungguh begitu luar biasa. Namun, kontribusi penting para dokter Muslim itu kerap dinihilkan dan disembunyikan peradaban Barat. Tak heran, bila pencapaian para ilmuwan Muslim di era kejayaan itu juga tak diketahui masyarakat Islam di era modern ini. Sungguh ironis memang.