IHRAM.CO.ID, JAKARTA--Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Firman M Nur menyampaikan banyak perubahan besar yang terjadi di Arab Saudi, termasuk masalah umroh dan haji. Hal itu disampaikan Firman saat rapat koordinasi dengan Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag), beberapa hari yang lalu.
"Ada perubahan besar di Saudi Arabia, perlu kita duduk bareng untuk mengatur, karena akan di swastanisasi oleh Arab Saudi," kata Firman saat menyampaikan poin penting saat rapat yang dikutip Republika, Kamis (12/1/2023).
Dalam kesempatan tersebut, Firman berharap, Kemenag benar-benar menjadikan asosiasi sebagai mitra strategis dalam menyelesaikan segala persoalan umroh haji khusus. Terutama terkait rencana perubahan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
"Kemenag perlu merangkul asosiasi untuk amandemen UU 8 Tahun 2019, asosiasi mendapatkan porsinya, agar kami mempunyai kekuatan," katanya.
Dia mencontohkan, Kemenag belum menjalankan amanah undang-undang haji dan umrah, terutama terkait pembentukan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). PPNS perlu diperkuat untuk melakukan deteksi dini terhadap semua permasalah umroh, khusus yang terkait batalanya jamaah berangkat oleh penyelenggaraan perjalanan ibadah umroh (PPIU).
"Terkait pembentukan PPNS dari terbit sampai akan diamandemen belum ada, harap dikuatkan PPNS, karena masalah dari hulu, bukan dari hilir, tidak semuanya bisa jadi urusan polisi," katanya.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh sudah tiga tahun lebih disahkan. Namun, sampai saat ini Kementerian Agama (Kemenag) belum membentuk PPNS sesui amanah di Pasal 112 UU Haji dan Umroh Nomor 8 Nomor 2019.
Menurut dia, jika PPNS itu telah dibentuk maka bisa mengurangi kerugian kepada jamaah yang mendapat kecurangan dari travel. Karena, dengan adanya PPNS dapat memberikan pembinaan kepada travel yang belum berizin agar tidak merugikan jamaah.
"Dan memastikan jamaah tersebut dapat menunaikan ibadahnya secara baik sebagaimana yang diamanahkan dalam Hndang-undang nomor 8 tahun 2019," katanya.
Firman, mengaku telah mengusahakan agar PPNS seger dibentuk oleh Kemenag. Karen hal tersebut merupakan amanah dari undang-undang yang harus dijalankan pemerintah dan juga pihak swasta sebagian penyelenggaraan umroh dan haji khusus.
"Kami sekali lagi terus mendorong dan berharap Kementerian Agama segera membentuk PPNS ini," katanya.
Karena berdasarkan, fakta di lapangan terlihat banyak pihak-pihak beluk ada izin sebagai penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) menyelenggarakan ibadah umroh. Dan begitu juga ada PPIU belum mendapat izin sebagai penyelenggara perjalanan ibadah haji khusus (PIHK) menjalankan kegiatan haji khusus dan juga Haji mujamala.
"Dan ini tentu berefek kepada ketidak sesuaian, komitmen kata-kata di lapangan yang kami lihat dan merugikan masyarakat," katanya.
Firman memastikan, demi terwujudnya PPNS, AMPHURI siap dan akan terus berkoordinasi dengan Kemenag untuk mensukseskan amanah tentang pembentukan PPNS. AMPHURI berharap peran serta masyarakat juga lebih dan asosiasi diberi kesempatan yang lebih luas untuk memberikan pengawasan.
"Untuk melakukan pengawasan pada kegiatan sektor usaha ini," katanya.
Jika semua amanah undang-undang dapat ditunaikan pemerintah, maka semua pihak dapat menjaga dan melaksanakan tugas seperti yang diamanah undang-undang. Sehingga semua masyarakat terlindungi haknya dari semua komitmen kesepakatan awal tentang bagaimana sebuah pelajaran ibadah secara baik dan benar.
"Yang sesuai dengan standar minimal begitu juga haji khusus," katanya.
Tekait hal ini Republika pernah menghubungi Direktur Jenderal Haji dan Umroh Hilman Latief. Dia tidak berkomentar banyak saat ditanya alasan kenapa Kemenag belum membentuk PPNS.
Namun dia akan meminta keterang jajarannya di Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umroh Kementerian Agama. "Saya cek," kata Hilman Latief.
Hilman mengatakan, merupakan usulan bagus jika satu saat ada sebuah peradilan khusus yang menangani pelanggaran di bidang haji dan umroh setelah PPNS berhasil dibentuk. Peradilan khusus menangani haji dan umroh ini menjadi tempat untuk menguji hasil penyidikan PPNS terkait pelanggaran haji dan umroh.
"Iya intinya itu (peradilan khusus haji dan umroh) ide yang baik. Selama ini masih harus cara akternatif penyelesaian dan kami masih pada tingkatan mediasi," katanya.
Meski menyambut baik, Hilman Latif mengaku peradilan khusus haji dan umroh sulit diwujudkan. Perlu kajian khusus dan proses politik yang panjang oleh lembaga-lembaga terkait.
"Peradilan khusus tidak mungkin," katanya.