IHRAM.CO.ID, QUEBEC -- Sebuah upacara peringatan untuk mengenang enam tahun peristiwa penembakan masjid kota Quebec, Kanada akan digelar pada Ahad (29/1/2023). Untuk pertama kalinya, peringatan itu akan dilakukan di dalam masjid yang menjadi tempat wafatnya enam Muslim yang ditembak seorang pria yang memiliki kebencian mendalam pada Islam.
Enam orang Muslim yang wafat itu adalah Mamadou Tanou Barry, Ibrahima Barry, Khaled Belkacemi, Abdelkrim Hassane, Azzeddine Soufiane dan Aboubaker Thabti. Mereka ditembak mati tak lama setelah pelaksanaan sholat Isya di Pusat Kebudayaan Islam pada 29 Januari 2017.
Juru bicara panitia peringatan penembakan Masjid kota Quebec, Maryam Bessiri, mengatakan bahwa mengadakan peringatan di Masjid adalah keputusan yang emosional dan sulit, tetapi penting.
“Bagi kami, kembali ke musala ini sangat berarti. Bersama-sama, kita dapat mengenang para korban dan merenungkan masyarakat inklusif yang ingin kita bangun," kata Bessiri, seperti dilansir Toronto Star pada Jumat (27/1/2023).
Dalam peristiwa itu, lima pria lainnya terluka parah dan 35 orang lainnya yang menyaksikan peristiwa itu, menjalani hidup dengan kenangan akan pertumpahan darah tersebut.
Ahmed Cheddadi, seorang yang selamat dari penembakan di Masjid Quebec, mengatakan bahwa menunjukkan keterbukaan tidak hanya jatuh pada komunitas Muslim, tetapi pada masyarakat Quebec secara keseluruhan
“Saya di sini karena saya benar-benar merasa bertanggung jawab kepada saudara-saudara saya yang jatuh tepat di sebelah saya. Ini adalah peristiwa yang tidak boleh kita lupakan, dan tanggung jawab ini juga harus terus dipikul oleh masyarakat," kata Cheddadi, yang sangat terlibat dengan asosiasi para penyintas sejak serangan itu.
Dia mengatakan banyak hal telah membaik sejak serangan itu, terutama dengan diterapkannya Hari Peringatan Nasional Serangan Masjid Kota Quebec dan Aksi melawan Islamofobia oleh pemerintah. Selain itu, Ottawa juga mengajukan undang-undang senjata sebagai tanggapan atas amukan tahun 2017.
"Ada kewajiban mengenang para korban yang jatuh di masjid ini oleh peluru kebencian dan acara tahunan ini diperlukan untuk meningkatkan hubungan baik," kata Presiden Masjid Quebec, Mohamed Labidi.
Labidi meminta pemerintah Quebec untuk berbuat lebih banyak. Labidi mengatakan bahwa sementara langkah-langkah sedang diambil untuk mendorong inklusivitas dan menghilangkan Islamofobia, undang-undang seperti RUU Quebec 21 memiliki efek sebaliknya. Undang-undang sekularisme provinsi itu melarang pemakaian simbol-simbol agama seperti hijab, kippa, dan serban oleh guru, hakim, polisi, dan pegawai pemerintah lainnya yang dianggap memiliki otoritas.
“Itu sangat merugikan komunitas kami.Saudara dan saudari kita semua merasa menjadi sasaran undang-undang ini, yang melanggar hak dan kebebasan kita," kata Labidi
Labidi mengatakan dia mengetahui sekitar 50 orang yang telah meninggalkan Kota Quebec karena undang-undang tersebut, yang disahkan pada Juni 2019. Cheddadi menceritakan percakapan baru-baru ini dengan putri remajanya, yang menanyakan apakah memutuskan untuk mengenakan jilbab akan menghentikan mimpinya menjadi seorang guru.
“Saya mengatakan kepadanya, sayangnya gadis saya, Anda akan kehilangannya di sini di Quebec, tetapi Anda punya solusinya. Anda bisa pergi ke Ontario atau provinsi lain,” kata Cheddadi.
Minggu ini, masjid di wilayah Kota Quebec di Ste-Foy mengadakan open house dalam upaya mengenalkan komunitas Muslim kepada penduduk setempat.
Selain politisi dan pejabat lainnya, peringatan juga dilakukan pemuda dari masjid Kota Quebec dan pemuda dari London, Ontario. Di mana pada tahun 2021 sebuah keluarga Muslim dihabisi dalam dugaan pembunuhan terkait terorisme..Bessiri mengatakan itu adalah cara untuk memastikan kelanjutan peringatan dengan melibatkan generasi muda dan memastikan akan ada suksesi dan melihat ke depan.
Diketahui seorang pria Kota Quebec yang berusia 27 tahun pada saat serangan itu mengaku bersalah atas pembunuhan pada tahun 2018. Hakim kemudian mengatakan bahwa pelaku didorong oleh kebencian mendalam terhadap Muslim.