IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Dalam pelaksanaan ibadah haji 2023, Kementerian Agama (Kemenag) menyebut jumlah jamaah lanjut usia (lansia) mencapai 62 ribu. Mengingat kondisi ini, Komisi VIII meminta setiap pihak khususnya Pusat Kesehatan (Puskes) Haji untuk lebih memperhatikan kesehatan mereka.
"Kami ingin mendalami seputar kesehatan, karena jamaah tahun ini jumlah kategori lansia di atas 60 ribu jamaah. Kami sebetulnya ingin ada pos-pos kesehatan di sepanjang perjalanan jamaah dari Mina sampai Jamarat. Biasanya itu adalah waktu-waktu rawan, jamaah tersesat, kelelahan, bahkan meninggal dunia," ucap Ketua Panja BPIH Komisi VIII Marwan Dasopang, dalam rapat kerja Rabu (8/2/2023).
Ia menyebut jarak dari Mina ke Jamarat cukup panjang dan melelahkan. Jika dihitung dalam kilometer, jarak antara dua titik ini bisa mencapai 15 kilometer untuk pulang-pergi.
Dalam kunjungan pengawasan pelaksanaan haji sebelumnya, Komisi VIII DPR juga disebut sering menemukan jamaah terkapar di sisi-sisi sepanjang rute ini. Bahkan, ada jamaah yang tersesat bahkan sampai bermalam. Sementara dari pihak Saudi, jamaah yang ingin beristirahat di area tersebut dilarang dan diharuskan tetap berjalan.
"Ini bagaimana mengatasi dari sisi kesehatan? Karena jamaah ini kelelahan. Sebelum menuju hari H pelaksanaan haji, ini bagaimana pula perawatan kesehatannya?" lanjutnya.
Dalam rapat tersebut, Kepala Puskes Haji Liliek Marhaendra Susilo menyebut pihak syarikah tidak memberi izin membuka banyak pos kesehatan di antara Mina dan Jamarat. Hal ini didasarkan pengalaman pelaksanaan ibadah haji selama ini.
Karena itu, pihaknya berupaya menyediakan tenda di dekat area tinggal atau kemah jamaah. Selain itu, tersedia pula satu mobil ambulance yang disiapkan sebagai pos kesehatan, berdasarkan izin dari syarikah.
"Kami tetap melakukan semacam sweeping, ada tim gerak cepat. Mereka secara aktif melakukan sweeping di lokasi-lokasi jamaah berlalu lalang. Serta, ada ambulance yang sewaktu-waktu bisa digunakan untuk mengevakuasi jamaah yang mengalami gangguan kesehatan," kata dia.
Liliek juga menyebut pihaknya akan melakukan pemeriksaan kesehatan setelah Kementerian Agama (Kemenag) mengumumkan nama-nama jamaah yang akan berangkat tahun ini. Hal ini berlaku sebelum jamaah melunasi biaya hajinya.
Dalam proses pemeriksaan tersebut, akan ditegakkan kriteria istitha'ah dari sisi kesehatan, baik secara komorbid atau penyakit bawaan dan fungsional jamaah itu sendiri. Dalam artian, jamaah mampu melaksanakan kegiatan rutinnya secara mandiri.
"Ini kita dasarkan pada masukan dari organisasi profesi dokter penyakit dalam, khususnya subspesialis geriatri atau yang khusus melayani lansia. Dengan kondisi ibadah haji dan suasana di Saudi, memang disarankan istitha'ah jamaah lansia adalah mereka yang mampu melayani dirinya sendiri," lanjutnya.
Liliek juga menyebut khusus tahun ini pihaknya merekrut dokter sub-spesialis geriatri yang akan melakukan perawatan kepada jamaah lansia. Nantinya, di Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah dan Madinah akan disiapkan konsultan geriatri ini.
Pengelompokan jamaah dengan penyakit bawaan juga akan dilakukan selama proses pembinaan kesehatan. Nantinya jamaah di kelompoknya masing-masing akan diberikan pelatihan yang berbeda dari kelompok dengan kondisi kesehatan yang lain.
Pembinaan ini pun akan diintegrasikan dengan manasik haji, sebanyak delapan kali. Di setiap momen pembinaan ada pemeriksaan kesehatan sederhana, untuk mengetahui perkembangan kebugaran jamaah, sehingga diharapkan ketika masuk waktu ibadah haji mereka sudah siap.
"Dalam pelayanan jamaah risiko tinggi (risti), mereka akan diberikan gelang khusus dengan warna mencolok, sehingga mmudah dikenali. Petugas, pembimbing ibadah, maupun ketua regu dan rombongan diharap bisa memberi perhatian khusus pada jamaah lansia dan risti," ujar Liliek.
Selama di Makkah dan Madinah, Puskes Haji disebut akan membut klinik di setiap penginapan, untuk memonitor kesehatan jamaah. Pemeriksaan kesehatan rutin diberikan kepada jamaah risti, sehingga bisa memonitor aktifitasnya.
Ia berharap pembimbing haji bisa mengendalikan aktifitas jamaah sebelum masa Arafah. Menjaga kebugaran jamaah perlu dilakukan bersama, sehingga pada inti puncak ibadah jamaah bisa melakukannya secara mandiri.
"Kami akan siapkan jamaah risti melakukan kegiatan secara safari, safari wukuf. Penyediaan kendaraan diharap lebih banyak dibanding tahun-tahun sebelaumnya untuk membawa jamaah," tutur dia.
Terakhir, ia pun menyampaikan harapan kepada pembimbing ibadah agar mengidentifikasi jika ada ibadah yang bisa dibadalkan. Jika jamaah tidak mampu, maka diharap bisa langsung dibadalkan ke jamaah yang lain.