Jumat 27 Nov 2020 14:17 WIB

Bayar Haji Pakai Uang Utang Boleh Asal Penuhi Syaratnya

Persyaratannya di antaranya bukan utang ribawi.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Bayar Haji Pakai Uang Utang Boleh Asal Penuhi Syaratnya (ilustrasi).
Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Bayar Haji Pakai Uang Utang Boleh Asal Penuhi Syaratnya (ilustrasi).

IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) membahas fatwa tentang pembayaran setoran awal haji dengan utang dan pembiayaan di Musyawarah Nasional (Munas) MUI ke-10 yang berlangsung pada 25-27 November 2020. Komisi Fatwa MUI menetapkan pembayaran setoran awal haji dengan uang hasil utang hukumnya boleh (mubah), dengan syarat yang harus terpenuhi.

Ketua Tim Materi Fatwa Munas MUI ke-10, KH Asrorun Niam Sholeh mengatakan, dalam fatwa ini yang dimaksud dengan utang adalah harta yang diperoleh seseorang dengan ketentuan akan mengembalikan senilai dengan harta tersebut kepada pihak yang berpiutang. Pembiayaan adalah fasilitas penyediaan dana yang diperoleh dari lembaga keuangan. 

"Pembayaran setoran awal haji dengan uang hasil utang hukumnya boleh (mubah), dengan syarat," kata Kiai Asrorun melalui pesan tertulis kepada Republika.co.id, Jumat (27/11) dini hari.

Ia menjelaskan persyaratannya di antaranya bukan utang ribawi. Syarat lainnya orang yang berutang mempunyai kemampuan untuk melunasi utang, antara lain dibuktikan dengan kepemilikan aset yang cukup.

 

Pembayaran setoran awal haji dengan uang hasil pembiayaan dari lembaga keuangan, hukumnya boleh dengan syarat. Di antara syaratnya menggunakan akad syariah, tidak dilakukan di lembaga keuangan konvensional, dan nasabah mampu untuk melunasi, antara lain dibuktikan dengan kepemilikan aset yang cukup.

"Pembayaran setoran awal haji dengan dana utang dan pembiayaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud (di atas) adalah haram," ujarnya.

Untuk itu, Sekretaris Sidang dan Juru Bicara Komisi Bidang Fatwa saat Munas MUI ke-10 ini merekomendasikan. Pertama, pemerintah bersama pemangku kepentingan di bidang pengelolaan dan penyelenggaraan ibadah haji perlu melakukan sinergi dalam penyusunan kebijakan bagi pendaftaran haji untuk masyarakat. 

Rekomendasi kedua, pemerintah perlu mengantisipasi dan mengadiministrasikan pendaftaran haji agar kondisi antrian haji yang sangat panjang tidak menyebabkan madharat. "Ketiga, umat Islam hendaknya melaksanakan ibadah haji setelah adanya istitha’ah dan tidak memaksakan diri untuk melaksanakan ibadah haji sebelum benar-benar istitha’ah," jelas Kiai Asrorun. 

Empat fatwa lain yang dibahas diantaranya fatwa tentang penggunaan human diploid cell untuk bahan produksi obat dan vaksin, fatwa tentang pendaftaran haji saat usia dini, fatwa tentang pemakaian masker bagi orang yang sedang ihram haji atau umrah, dan fatwa tentang penundaan pendaftaran haji bagi yang sudah mampu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement