Selasa 08 Jun 2021 14:17 WIB

Mahkamah Agung AS Usut Kasus Pengawasan FBI Terhadap Muslim

FBI diduga secara ilegal mengawasi muslim California karena agama mereka

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Esthi Maharani
Mahkamah Agung Amerika Serikat
Foto: EPA-EFE/MICHAEL REYNOLDS
Mahkamah Agung Amerika Serikat

IHRAM.CO.ID, CALIFORNIA -- Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) telah setuju untuk mendengarkan kasus yang melibatkan sekelompok Muslim Amerika yang menduga Biro Investigasi Federal (FBI) secara ilegal mengawasi Muslim California karena agama mereka.

Dilansir dari Middle East Eye, Senin (7/6), pengadilan mengatakan mereka akan mendengarkan kasus tersebut dan mulai mendengarkan argumen pada bulan Oktober setelah reses musim panas.

Menurut Courthouse News, kasus ini dimulai saat tiga Muslim yang tinggal di California menuduh FBI membayar seorang informan rahasia untuk memata-matai Muslim di Orange County dari 2006 hingga 2007.

Menurut dokumen pengadilan, para penggugat, yakni Yassir Fazaga, seorang imam di Orange County Islamic Foundation di Mission Viejo, Ali Uddin Malik, yang menghadiri Islamic Center Irvine dan Yasser Abdel Rahim, yang juga menghadiri Islamic Center of Irvine menuduh FBI mempekerjakan seorang pria bernama Craig Monteilh untuk mengumpulkan informasi tentang Muslim. Pengawasan dilakukan sebagai bagian dari penyelidikan kontraterorisme pasca-9/11.

 

Courthouse News melaporkan bahwa Monteilh bertemu dengan Muslim di California Selatan, mengadopsi nama Muslim dan mengatakan dia ingin masuk Islam. Dia dilaporkan mendorong orang untuk mengunjungi situs web "jihadis", berolahraga dengan orang-orang tertentu di gym, dan mencoba mendapatkan informasi kompromi yang nantinya dapat digunakan untuk meminta informan lain.

Menurut agensi tersebut, penyelidikan itu terungkap pada 2007 ketika seorang pemimpin masjid menelepon polisi karena Monteilh mulai menyatakan kesiapannya untuk terlibat dalam kekerasan. Juni itu, masjid Irvine mencari dan memperoleh perintah penahanan terhadap Monteilh, dan dua tahun kemudian identitasnya sebagai informan terungkap.

Para penggugat menuduh bahwa FBI secara langsung melanggar Amandemen Keempat Konstitusi AS yang melarang penggeledahan dan penyitaan yang tidak masuk akal. Termasuk Amandemen Pertama karena telah menargetkan Muslim untuk pengawasan khusus karena agama mereka.

Pengadilan distrik pada awalnya menolak kasus tersebut karena pemerintah federal meminta hak keamanan nasional dan pengadilan setuju bahwa melanjutkan kasus tersebut akan sangat berisiko mengungkap informasi rahasia.Pengadilan banding kemudian membalikkan putusan tersebut, dengan mengatakan bahwa klaim rahasia negara seharusnya dianalisis di bawah bagian dari Undang-Undang Pengawasan Intelijen Asing, yang dikenal sebagai FISA.

Hakim yang nantinya akan meninjau informasi yang disengketakan dalam sidang tertutup untuk memutuskan apakah pengawasan itu dibenarkan. Putusan itu membuat FBI meminta banding ke Mahkamah Agung.

Kasus rahasia negara lainnya yang akan disidangkan oleh pengadilan tinggi melibatkan salah satu tahanan seumur hidup di Teluk Guantanamo, Zayn al-Abidin Muhammad Husain, yang lebih dikenal sebagai Abu Zubaydah. Mahkamah Agung setuju pada bulan April untuk mendengarkan kasusnya atas ketersediaan bukti rahasia seputar penyiksaan dan penahanannya.

Abu Zubaydah ingin memanggil James E Mitchell dan Bruce Jessen, dua kontraktor CIA, sehubungan dengan penyelidikan kriminal Polandia yang diajukan. Hal ini setelah Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa memutuskan bahwa dia telah disiksa pada tahun 2002 dan 2003 di situs-situs gelap CIA internasional.

Pada 2019, seorang Hakim federal memutuskan mendukung upaya pemerintah AS untuk memblokir panggilan pengadilan Abu Zubaydah, dengan mengatakan itu akan .enghadirkan risiko yang tidak dapat diterima untuk mengungkapkan rahasia negara.  Namun pengadilan banding Sirkuit Kesembilan kemudian menolak perlindungan rahasia negara untuk Mitchell dan Jessen.

Sekarang keputusan akan sampai ke pengadilan tertinggi AS. Pengadilan tidak berkomentar pada hari Senin, selain mengatakan akan mengambil kasus "rahasia negara" kedua.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement