Sabtu 31 Dec 2016 12:05 WIB

Ini yang Perlu Diketahui Jamaah Soal Pakaian Ihram

Petugas haji Indonesia sedang mengarahkan jamaah untuk miqat di masjid Bir Ali
Foto: ROL/Amin Madani
Petugas haji Indonesia sedang mengarahkan jamaah untuk miqat di masjid Bir Ali

REPUBLIKA.CO.ID, Bagi umat Muslim yang datang ke Makkah darimana pun mereka berasal dengan tujuan menjalankan ibadah haji atau umrah, maka diwajibkan berihram di tempat yang telah ditentukan (miqat). Miqat secara harfiah berarti batas yaitu garis demarkasi atau garis batas antara boleh atau tidak, atau perintah mulai atau berhenti, yaitu kapan mulai melapazkan niat dan maksud melintasi batas antara Tanah Biasa dengan Tanah Suci. Sewaktu memasuki Tanah Suci itulah semua jamaah harus berpakaian ihram dan mengetuk pintu perbatasan yang dijaga oleh penghuni–penghuni surga.

Ketuk pintu atau salam itulah yang harus diucapkan talbiyah dan keadaan berpakaian ihram. Miqat yang dimulai dengan pemakaian pakaian ihram harus dilakukan sebelum melintasi batas–batas yang dimaksud. Miqat dibedakan atas dua macam yaitu Miqat Zamani (batas waktu) dan Miqat Makami (batas letak tanah). Miqat Zamani adalah miqat yang berhubungan dengan batas waktu, yaitu kapan atau pada tanggal dan bulan apa hitungan Haji itu. Miqat Zamani disebut dalam Alquran dalam surat Al-Baqarah ayat 189 dan 197. Ayat pertama menjelaskan kedudukan bulan sabit sebagai tanda waktu bagi manusia dan miqat bagi jamaah haji. Ayat kedua menegaskan, bahwa yang dimaksud dengan bulan-bulan Haji atau waktu haji adalah beberapa bulan tertentu.

Para Ulama sepakat bahwa bulan yang dimaksud adalah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijah. Yaitu mulai dari tanggal 1 syawal hingga 10 Zulhijah, yang jumlah keseluruhannya adalah 69 hari. Akan tetapi untuk bulan Zulhijah masih ada perbedaan pendapat apakah seluruh atau sebagian saja.

Sedangkan Miqat Makami yaitu miqat berdasarkan peta atau batas tanah geografis, tempat seseorang harus mulai menggunakan pakaian Ihram untuk melintas batas tanah suci dan berniat hendak melaksanakan Ibadah Haji atau Umrah. Miqat Makani antara lain :

1. Bier Ali (disebut juga Zulhulayfah), letaknya sekitar 12 km dari Madinah, merupakan miqat bagi orang yang datang dari arah Madinah.

2. Al-Juhfah, suatu tempat yang terletak antara Makkah dan Madinah, sekitar 187 km dari Makkah, dan merupakan miqat bagi jamaah yang datang dari Syam (Suriah), Mesir dan Maroko atau yang searah. Setelah hilangnya ciri – ciri Al-juhfah, miqat ini diganti dengan miqat lainnya yakni Rabigh, yang berjarak 204 km dari Makkah.

3. Yalamlam, sebuah bukit di sebelah selatan 54 km dari Makkah, merupakan miqat bagi jamaah yang datang dari arah Yaman dan Asia.

4. Qarnul Manazil, sebuah bukit di sebelah Timur 94 km dari Makkah.

5. Zatu Irqin, suatu tempat Miqat yang terletak di sebelah utara Makkah, berjarak 94 km dari Makkah, merupakan miqat bagi jamaah dari Iraq dan yang searah.

Semua Miqat ditetapkan langsung oleh Nabi SAW sebagaimana disebutkan disebutkan dalam hadis-hadis Bukhari, Muslim dan lain-lain. Namun untuk miqat Zatu Irqin terdapat dua riwayat. Menurt Bukhari miqat ini ditetapkan oleh Umar bin Khatab, sedangkan menurut riwayat Abu Daud miqat ini ditetapkan oleh Rasulallah. Sebuah Miqat berlaku bagi orang-orang yang berdomisili didaerah itu dan lainnya yang dalam perjalanannya di Makkah melalui tempat itu. Bagi penduduk Makkah maka tempat ia mulai ihram adalah pintu rumahnya.

Nah, ibaratkan kita telah berada di miqat dan bersiap-siap hentak memulai proses ritual ibadah haji. Namun, sebelumnya, para calon jamaah haji harus terlebih dulu mandi dan menyucikan kotoran, najis yang ada pada badannya. Setelah semua dilakukan, barulah kita mengenakan pakaian ihram. Rasulullah SAW melakukannya ketika beliau berihram. Kala  itu, pada 25 Dzulqa'idah tahun 10 H, Beliau menggunakan dua lembar kain ihram yang polos, tanpa zat pewarna dan tanpa jahitan.

Selembar kain untuk menutupi bahu semacam jubah yang longgar atau rida' dan yang selembar lainnya dililitkan ke pinggang (izar). Sedangkan alas kaki yang digunakan adalah semacam sandal atau sepatu yang terbuka kedua mata kaki.

Bagi kaum wanita, juga menggunakan kain polos tanpa zat pewarna, tapi bebas menggunakan model apa saja. Hanya saja yang harus menutupi aurat. Yang boleh tampak hanyalah wajah dan telapak tangan.

Adab dan tata tertib ihram

Dalam buku 'Misteri Wukuf di Arafah' karya Ustaz Muhammad Rusli Amin yang diterbitkan Pustaka Al Mawardim, ada sejumlah tata tertib ihram yang harus diketahui dan ditaati oleh para jamaah haji. Yakni: 1. Membersihkan diri. Dalam hal ini yang hendak dilakukan antara lain memotong kuku, memendekan kumis, mencabut bulu ketiak, mandi, berwudhu, menyisir jenggot dan rambut. "Di antara yang termasuk sunah adalah mandi bila hendak ihram dan ketika hendak memasuki kota Makkah." (HR Bazzar, Darruquthi dan Hakim, dari Abdullah bin Umar ra).

Sedangkan tentang ihram bagi wanita yang datang bulan (haid), Rasulullah SAW bersabda, "Perempuan dalam nifas dan haid hendaklah ia mandi, lalu berihram dan mengerjakan semua amalan haji (manasik), kecuali tawaf, janganlah dilakukan hingga ia suci." (HR Ahmad, Abu Daud, Tirmizi dari Ibn Abbas).

2. Bagi laki-laki, menanggalkan semua pakaian berjahit lalu mengenakan dua helai pakaian ihram, yaitu rida' atau selubung untuk menutupi tubuhnya bagian atas kecuali kepala dan izar atau sarung untuk menutupi (dililitkan) pada bagian bawah tubuh. Hendaklah warga kain yang dikenakan adalah putih. "Rasulullah SAW berangkat dari Madinah setelah Beliau menyisir rambut, memakai minyak wangi, mengenakan pakaian ihram (izar dan rida'). Hal tersebut dilakukan sendiri oleh Nabi dan juga para sahabatnya." (HR Bukhari dari Ibn Abbas).

3. Memakai minyak wangi baik pada tubuh ataupun pada belahan rambut serta pakaian ihram (sebelum menyatakan niat), meskipun setelah berniat bekas minyak wangi itu masih ada. "Seakan-akan aku melihat kilatan minyak wangi pada belahan rambut Rasulullah SAW sewaktu Beliau sedang ihram (HR Bukhari-Muslim dari Aisyah)..."Saya biara menggosokkan minyak wangi pada Rasulullah buat ihram sebelum beliau melakukan ihram itu..." (Diriwayatkan dari Aisyah Ra).

4.Shalat dua rakaat dengan niat shalat sunah ihram. Pada rakaat pertama setelah membaca surat Al Fatihah, hendaklah membaca surat Al Kaafiruun. dan pada rakaat kedua membaca surah Al Ikhlash setelah Al Fatihah. "Nabi SAW melakukan shalat dua rakaat di Dzhulaifah tempat memulai ihramnya." (HR Muslim dari Ibnu Umar).

sumber : berbagai sumber
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement