Jumat 15 Feb 2019 11:22 WIB

Sistem Pengawasan Ibadah Umrah Dinilai Masih Lemah

Sistem dari pemerintah dinilainya belum mampu mendeteksi keuangan biro perjalanan

Rep: Novita Intan/ Red: Hasanul Rizqa
Ace Hasan Syadzily
Foto: Republika/Wihdan
Ace Hasan Syadzily

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- DPR menyoroti aspek pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap sektor bisnis penyelenggara ibadah umrah. Menurut Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzili, pengawasan demikian masih lemah.

Indikasinya tampak dari maraknya pelaporan kasus penipuan yang diduga dilakukan biro perjalanan umrah. Hasan Syadzili memandang, sistem dari pemerintah belum mampu mendeteksi keuangan biro perjalanan ibadah umrah di Indonesia.

“Kementerian Agama (Kemenag) tidak bisa, misalnya, tiga bulan sekali mendeteksi laporan keuangan masing-masing travel (bisnis umrah)? Pasti mereka tidak mau karena bukan urusan kami, tapi kalau Kemenag mau menegaskan (kepada) travel (untuk) melaporkan keuangan ke Kemenag, misalnya, menggunakan dana yang tidak relevan,” ujar Ace Hasan Syadzili kepada Republika.co.id di Jakarta, Jumat (15/2).

Di Tanah Air, umrah telah menjadi sasaran para pebisnis karena memiliki potensi yang menguntungkan. Masyarakat Indonesia pun memiliki animo yang besar untuk menunaikan ibadah umrah. Hal itu tampak dari data setiap tahun yang cenderung menunjukkan peningkatan.

“Animo masyarakat tinggi disebabkan daftar haji yang sangat besar biayanya, maka solusinya melakukan umrah. Tapi selama ini masyarakat diiming-imingi kalau ada travel menjanjikan di bawah Rp 20 juta (sudah dapat kesempatan untuk umrah --Red). Itu sudah bohong, secara bisnis tidak mungkin, dari tiket saja tidak mungkin,” ujar dia.

Untuk itu, poltikus Partai Golkar itu meminta Kemenag untuk terus mengedukasi masyarakat dan menyediakan informasi sejelas-jelasnya mengenai penyelenggara ibadah umrah. Di sisi lain, pemerintah juga diimbaunya untuk tegas terhadap biro perjalanan yang tidak bertanggung jawab.

“Kemenag memberikan edukasi bagaimana berumrah secara rasional. Lalu menjelaskan dalam UU ibadah haji dan umrah jika ada travel umrah yang pailit bahwa tidak punya kewajiban untuk membayar si korban umrah, dan tidak boleh menggunakan uang negara,” ucap dia.

Bagaimanapun, Hasan Syadzili mengapresiasi adanya program Sistem Informasi Pelayanan Terpadu Umrah dan Haji (Sipatuh) yang diluncurkan Kemenag belum lama ini. Menurut dia, aplikasi ini memberikan ruang bagi jamaah untuk dapat memantau rencana perjalanan ibadah umrahnya, sejak mendaftar, berangkat ke Tanah Suci, hingga pulang ke Tanah Air.

Sebelumnya, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nizar Ali menjelaskan, Sipatuh memuat sejumlah informasi. Di antaranya, pendaftaran jamaah umrah; paket perjalanan yang ditawarkan setiap PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah) yang terdaftar; harga paket; pemantauan penyediaan tiket yang terintegrasi dengan maskapai penerbangan; dan pemantauan akomodasi yang terintegrasi dengan sistem muassasah di Arab Saudi.

“Aplikasi ini efektif untuk mengetahui perkembangan calon jamaah, mulai dari dokumen, transportasi hingga katering makanan per hari,” ujarnya saat konferensi pers di Gedung Kemenag, Jakarta, Selasa (27/3).

Melalui aplikasi ini, lanjut Nizar, jemaah akan memperoleh nomor registrasi pendaftaran sebagai bukti proses pendaftaran yang dilakukan sesuai peraturan. Artinya, proses akhir pendaftaran adalah keluarnya nomor registrasi umrah (sejenis nomor porsi dalam pendaftaran ibadah haji).

Dengan nomor registrasi ini, jemaah dapat memantau proses persiapan keberangkatan yang dilakukan oleh PPIU, mulai dari pengadaan tiket, pemesanan akomodasi, hingga penerbitan visa.

“Saat ini, aplikasi sedang dalam tahap uji coba sampai dengan 31 Maret 2018 dan akan aktif diberlakukan per April 2018 setelah diresmikan Menteri Agama,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement