Rabu 01 Aug 2018 11:28 WIB

Di Lembah Para Jin

.

Fitriyani Zamzami
Foto: dok. Pribadi
Fitriyani Zamzami

IHRAM.CO.ID, Oleh: Fitriyan Zamzami dari Jeddah, Arab Saudi

JEDDAH -- Kelihatannya saja orang-orang dewasa, tapi pada satu pagi pekan lalu, mereka macam anak-anak kecil. Dari macam-macam bangsa, berdiri beramai-ramai di tengah jalan, tertawa dan takjub melihat botol air mineral yang terisi penuh menggelinding seperti melawan gravitasi di atas jalan raya yang terkesan menanjak.

Kemudian berbarengan mengejar botol tersebut yang kian lama makin lekas putarannya. Di sisi jalan yang kosong, ada mobil yang juga berjalan kencang tanpa menyala mesinnya, sopirnya kegirangan.

Jamaah Indonesia lebih kenal Jabal Magnit. Nama lokasi mereka bermain-main tersebut tak sampai satu jam perjalanan dari pusat Kota Madinah. Sebelum terkenal macam sekarang, nama wilayah itu sedianya Wadi Al Baidah.

Di antara Madinah dan lokasi itu, ada sebuah oase yang indah betul. Sekutip danau yang dikitari rawa dan rimbunan pohon hijau, kontras dengan kegersangan di sekitarnya. Jadi rumah burung-burung sejenis bangau dan ikan-ikan yang nampaknya besar-besar ditengok dari riak-riak yang mereka timbulkan di permukaan.

Sementara menuju Jabal Magnit, lanskap yang membentang di kanan-kiri jalan raya kerap bikin takjub. Ada hamparan padang-padang batu yang luas, ada ngarai-ngarai curam yang dramatis, ada bukit-bukit kuno dengan bebatuan-bebatuan tajam di puncaknya, menusuk-nusuk langit biru tanpa awan. Wajar, agaknya, rentangan jembar yang tak ditinggali manusia itu memantik imajinasi.

photo
Jabal Magnet. Foto: Dok. Republika

Di ujung perjalanan, jalan aspal membentuk sebuah bundaran kembali ke Madinah. Kendaraan roda empat tak bisa maju lebih jauh lagi ke arah lembah yang kian sempit diapit bukit-bukit batu.

Nah, botol-botol air serta kendaraan-kendaraan yang bergerak sendiri, arahnya menjauh dari lembah tersebut. “Itu katanya ada magnet sama jin di gunungnya," kata Pak Iman seorang jamaah asal Tangerang saat menyaksikan fenomena itu.

Ndak ah, memang jalannya turun, tapi kelihatannya saja menanjak,” kata Pak Suwito, rekannya, menimpali. Hari itu mereka seperti bermain peran menjadi Fox Mulder, detektif FBI yang memercayai hal-hal supranatural; dan Dana Scully, rekannya yang skeptis minta ampun dalam serial televisi populer The X-Files.

Pak Iman mengutip kisah yang jamak kita dengar di Tanah Air, bahwa ada kekuatan magnetik dan gaib yang menarik kendaraan-kendaraan menjauh dari ujung jalan. Sementara Pak Suwito bersikeras yang terjadi sejenis ilusi optik karena bentangan alam di tepi jalan.

Sedangkan seorang petugas asal Pakistan menceritakan pada saya, rekan sekampungnya memanggil lembah di seberang ujung jalan dengan nama Wadi al Jinn. Ia semacam palung yang membentuk lembah, dan seturut kepercayaan lokal, ditinggali banyak jin.

photo
Pemandangan di Jabal Magnet, Madinah, Arab Saudi. Foto: Republika/Ani Nursalikah

Kendaraan dan botol yang bergerak menjauh tanpa campur tangan mesin maupun manusia, menurut mereka adalah kerjaan makhluk tersebut. Para jin tak mau tempat tinggalnya diganggu manusia yang sudah terkenal ekspansif itu.

Ada juga kisah tempatan, mereka yang nekat pergi ke wadi tersebut akan mendengar seruan “pergilah! bukan tempat kalian di sini!” yang tak kelihatan penyerunya. Saya malas mencoba berjalan kaki ke wadi yang disela padang batu luas dari ujung jalan raya itu untuk mencari tahu sendiri. Kalaupun tak ada apa-apa di sana, panas mentari Madinah seperti hari itu sudah saya lihat dengan mata kepala sendiri bisa bikin jadi “majnun”, istilah tempatan untuk orang kehilangan akal yang akar maknanya, apalagi kalau bukan, “kerasukan jin”.

Yang jelas ada tabrakan antara yang gaib dan yang modern pada kisah itu. Saya jadi ingat sebuah novel fiksi ciamik karya seorang mualaf Amerika Serikat, G Willow Wilson berjudul “Alif the Unseen”, yang mengisahkan saat dunia para jin berkelindan dengan gelombang teknologi informasi.

Saya memilih iseng-iseng memercayai saja kisah di Wadi al Jinn itu. Karena buat saya pribadi, kisah mobil dan jin itu adalah juga cermin dari Madinah, sebuah kota tempat yang empiris bertemu dengan yang gaib. Yang sakral bertemu yang pragmatis.

Tempat di mana sinyal Wi-Fi dan jaringan seluler serta makhluk-makhluk dari cahaya dan api tak berasap, sama-sama tak kasat matanya, bersicepat menyampaikan pesan-pesan. Modernitas yang saling sikut dengan impulsi-impulsi arkaik manusia.

Tempat di mana orang-orang datang dengan teknologi-teknologi terkini untuk memenuhi kerinduan irasional mereka. Untuk berlindung dari yang membisikkan kejahatan dalam dada; “minal jinnati wan naas”, dari golongan jin dan manusia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement