Senin 16 Sep 2013 17:09 WIB

10 Tahun Bertahajud, Loper Koran Itu Akhirnya Bisa Naik Haji

Kabah di Masjidil Haram, Makkah.
Foto: Republika/Tommy Tamtomo
Kabah di Masjidil Haram, Makkah.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Andi Ikhbal

Aktivitas pagi hari ini sedikit berbeda bagi Mohammad Anwar (53), warga Desa Glagahan, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Pria paru baya itu tidak lagi berkeliling mengantarkan koran dari rumah ke rumah.

Saat ini, dia duduk di antara ratusan jamaah calon haji embarkasi Surabaya. Tabungannya selama lima tahun dari hasil loper koran, akhirnya membuahkan keberangkatan ke tanah suci bersama kloter 12, Selasa (17/9).

"Kuncinya adalah Solat Tahajud dan Duha. Ditambah sadaqoh rutin di jalan-jalan," kata bapak tiga anak ini pada Republika sesaat setelah tiba di Asrama Haji Surabaya, Senin (16/9).

Anwar mengatakan, perjuangannya mengumpulkan uang tidaklah mudah. Dia bahkan harus menjual sepeda motornya untuk modal pendaftaran tabungan di sebuah bank syariah. Uang loper koran yang tidak lebih dari Rp 50 ribu per hari, akhirnya terkumpul Rp 36 juta selama lima tahun, biaya haji saat itu hanya Rp 35 juta.

Pada 2008, pria kurus berkulit gelap ini, menyetorkan uang muka pendaftaran haji Rp 4 juta, ditambah biaya administrasi nomor porsi Rp 20 juta. Namun, dia baru bisa membayar Rp 2 juta, kekurangan 18 juta, wajib dilunasinya setahun ke depan.

"Tapi saya baru bisa lunasi setelah 3 tahun, dan itu kena denda Rp 3 juta," katanya sambil menahan tangis mengingat sulitnya gali tutup lubang untuk melunasi tabungan tersebut.

Bukan hanya itu, Anwar pun bersyukur, meski hanya tamatan sekolah dasar, dia tetap bisa menyekolahkan ketiga anaknya hingga lulus sarjana. Bahkan, kata dia, putra-putri tersebut turut andil dalam menambah biaya tabungannya setelah bekerja.

Anwar mengaku, selama 10 tahun terakhir ini, dia selalu menjaga ibadanya, terutama solat tahajud. Menurutnya, hampir setiap malam, dia terbiasa bangun untuk bersimpuh pada Allah dan meminta kecukupan rezeki esok hari.

"Kemudian, di perjalanan saya selalu menyediakan uang receh untuk para pengemis atau tukang minta-minta di lampu merah," tambah Anwar.

Tidak cukup sampai di situ, usai mengantar koran, sekitar pukul 09.00 ketika tiba di rumah, dia kemudian melaksanakan Solat Duha setidaknya dua rakaat. Tidak ada rutinitas lain yang dia lakukan, namun dengan menjalankan amalan itu, dia selalu mendapat rezeki tak terduga.

Anggota ranting PWNU Jombang ini mengatakan, selalu saja ada warga yang memintanya datang untuk mengisi materi ceramah pengajian di suatu kegiatan. Walau pekerjaan sampingan itu tidak menuntut bayaran, sedikitnya dia akan menerima Rp 200 ribu dari pihak penyelenggara.

"Uang itu dia sisihkan untuk tabungan haji, makan sehari-hari, dan biaya anak sebelum mereka lulus," ujarnya.

Awalnya, bapak bertubuh bungkuk itu adalah tulang punggung keluarga. Namun sekarang tiga anaknya sudah bekerja dan mempunyai penghasilan sendiri. Justru sebagian gaji mereka disishkan untuk orang tua. Anwar merasa terharu karena akhirnya bisa berangkat haji, namun sedih karena hanya sendiri.

Setibanya di Mekkah nanti, dia mengatakan, akan berdoa agar ke depan bisa dicukupkan kembali berangat umrah bersama istri. Dia juga menyarankan agar keluarganya terus mengamalkan ibadah rutin seperti tahajud, duha dan infak sodaqoh setiap harinya.

"Kalau kita punya keinginan dekatkanlah diri kepada Allah, biar nanti Dia yang mengurusnya," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement