Oleh Yunahar Ilyas
REPUBLIKA.CO.ID, Setelah selesai shalat Isya dan Sunah Ba’diyah, sebagian besar jamaah Masjidil Haram berbondong-bondong keluar. Ada yang langsung pulang ke pondokan dan ada juga yang mampir dulu di pusat-pusat perbelanjaan di sekitar masjid.
Pengunjung pusat-pusat perbelanjaan tetap ramai walaupun sebagian jamaah haji sudah meninggalkan Makkah. Mereka pulang ke Tanah Air atau ziarah ke Madinah. Di antara kerumuman pembeli di salah satu pusat perbelanjaan itu terdapat Pak Muhsin dari Indonesia.
Dari tadi dia sudah beberapa kali membolak-balik sebuah sajadah buatan Suriah. Dia sangat menyenanginya, tetapi sayang uangnya tidak cukup. Ini malam terakhir dia di Makkah karena besok siang kloternya akan ke Jeddah untuk selanjutnya terbang kembali ke Tanah Air.
Sajadah buatan Suriah itu sangat bagus, tetapi sayang sekali uang Pak Muhsin tidak cukup. Dengan berat hati dia pergi meninggalkan toko sajadah itu. Walaupun Pak Muhsin sudah menjauh dari toko tersebut namun pikirannya kembali melayang ke sana.
Setelah sekali memutari lantai dasar pusat perbelanjaan, langkah kakinya kembali menuju toko sajadah. Tangannya memegangi sajadah sambil memegang uangnya yang tidak cukup itu. Tanpa disadarinya seorang Arab yang juga sedang memilih-milih sajadah di toko itu memperhatikannya.
Begitu sajadah itu dia letakkan, tiba-tiba saja orang Arab itu mengambil sajadah pilihan Pak Muhsin. Lalu, dia membayarnya dan menyerahkannya kepada Pak Muhsin sambil berkata, “Hadiah, hadiah…tafadhal!” Pak Muhsin sangat senang sekaligus terharu.
Sampai di Tanah Air, peristiwa itu selalu dia kenang. Apalagi, setiap dia melihat sajadah hadiah dari orang Arab yang tidak dia kenal itu. Dia ingin melakukan hal yang sama. Pak Muhsin ingin membahagiakan orang-orang yang sangat menginginkan suatu barang, tetapi tidak sanggup membayarnya.
Tentu saja bukan barang-barang yang mahal harganya. Demikianlah, pada suatu hari, setelah melaksanakan shalat Zhuhur berjamaah di sebuah masjid, dia mampir ke toko buku kecil di samping masjid langganannya.
Saat dia sedang melihat-lihat buku tentang Islam terbitan terbaru, tiba-tiba matanya tertuju kepada seorang bapak paruh baya yang sedang memegang-megang sebuah buku tanya jawab agama. Buku itu semua enam jilid.
“Pak, apakah nanti ba’da Maghrib masih buka?” tanyanya kepada penjual buku. Penjual buku menjelaskan bahwa pukul 16.00 tokonya akan tutup. “Bapak kembali besok pagi saja,” Kata penjual buku itu. “Wah, sayang sekali besok pagi saya sudah kembali ke daerah,” kata calon pembeli buku itu sambil beranjak pergi pelan-pelan.
Pak Muhsin kembali mengingat peristiwa di Makkah tempo hari. Segera saja dia bilang kepada penjual buku, “Panggil bapak itu kembali dan serahkan buku itu sebagai hadiah. Biar saya yang bayar.”
Bapak dari daerah itu kaget dan senang, tidak dia duga ada yang berbaik hati mau membayarkan enam jilid buku yang diinginkannya. Buku tanya jawab agama itu sangat dia perlukan untuk berdakwah di daerah.
Pak Muhsin dapat merasakan kebahagiaan bapak yang tidak dia kenal itu, seperti kebahagiaanya waktu di Makkah dulu.