REPUBLIKA.CO.ID, Setelah tujuh kali mengelilingi Ka'bah, usailah ritus tawaf. Lalu bergeraklah kita ke Maqam Ibrahim. Ini tak lebih dari sebongkah batu yang di sana terdapat jejak kakinya. Di atas batu inilah Ibrahim, sang nabi, pernah berdiri untuk meletakkan batu landasan Ka'bah.
Ingatlah ia, kala Ibrahim berdiri di tempat tersebut, garis hidupnya telah sarat akan perjuangan. Ia telah bergerak memerangi Namruz, si penguasa, dengan berhalanya, menanggung perih siksaan dan hukuman bakar, mengorbankan putra tercinta, Ismail.
Bahkan meninggalkan ayahnya, Azar, serta rumah tempat bernaung yang penuh dengan berhala sesembahan. Kemudian Ibrahim mengangkat dirinya menjadi pembuat Ka'bah, rumah tauhid. Dialah yang dengan segenap daya menyusun batu-batu hitam itu.
Rumah ini menjadi pelambang pemberontakan anak manusia terhadap kegelapan yang menyaput dirinya. Ya, Ibrahim telah melalui beragam mara bahaya menentang sesembahan berhala yang berbau kemusyrikan. Ia arahkan umat manusia untuk menempuh jalan tauhid.
Dalam lintasan sejarah manusia, Ibrahim dikenal sebagai pemberontak yang menentang penyembahan berhala. Dan ia dikenal pula sebagai pejuang tauhid. Ia adalah manusia pertama yang menabuh genderang perang penyembahan berhala.
Memang boleh jadi tauhid telah mengantarkan kita untuk menghadapi deraan siksa, cemoohan dan hinaan laiknya dialami Ibrahim. Namun, justru tauhidlah yang dapat mengangkat diri manusia ke dalam tingkat spiritualitas tertinggi. Hingga membuat kita berada di sisi Allah, dalam kedamaian rumah-Nya, serta jalan-Nya.
Tauhid merupakan akibat penyangkalan, pelemparan maupun perbudakan terhadap diri kita pada saat melakukan ritus thawaf. Karena Allah menginginkan umatnya untuk tunduk sujud kepada-Nya serta menyangkal keberadaan sesembahan lainnya.
Bagi orang yang bertindak seperti Ibrahim, Allah akan mengubah bara api Namruz menjadi taman mawar yang wangi. Dalam lidah merah api kita tak akan hangus terbakar. Inilah petunjuk simbolis perjuangan dan jihad berarti bermain dengan api. Terjun ke dalam kobaran api untuk membela orang lain merupakan pengalaman yang getir.
Dan pada saat berada di Maqam Ibrahim, ingatlah perjuangan tauhidnya serta pemberontakan menentang penindasan dan pembodohan. Maka jadilah arsitek Ka'bah di negeri dan di zaman kita masing-masing. Artinya, selamatkan bangsa kita dari kondisi yang stagnan dan tanpa guna.
Sadarkan rakyat untuk tetap terjaga, sehingga mereka tak lagi menanggung beban penindasan dan diselimuti kabut kebodohan. Berilah penyadaran kepada mereka yang masih berada dalam penindasan dan kebodohan untuk bergerak melawannya.
Kita mesti berupaya membuat negeri kita aman dari penindasan laiknya di Tanah Haram. Hidup seperti dalam keadaan ihram yang tak ada ego kuasa untuk menindas. Dan membuat dunia ini menjadi masjid yang damai laiknya Masjidil Haram.
Alangkah bahagianya tatkala keadaan yang menentramkan ini terwujud. Betapa manusia hidup berdampingan tanpa penindasan. Tak ada ego yang menjadi sesembahan dan semuanya manusia hanya menuju ke satu arah, tauhid.