REPUBLIKA.CO.ID, Dua orang Arab tinggi besar, mengenakan gamis putih dan sorban merah, tiba-tiba masuk ke ruang media center haji, Aziziyah Makkah, malam itu.
"Assalamualaikum," sapa mereka. Tak lama kemudian, mereka bertanya sesuatu, dalam bahasa Arab, yang tidak seorang pun dari kami yang tahu apa maksudnya.
Mereka terus berkata-kata dalam bahasa Arab, sampai kemudian salah seorang pengemudi tenaga musiman di Daker Makkah, Abdul Aziz, masuk ke ruangan dan mengambil alih pembicaraan.
Bertiga pun berbincang-bincang serius yang berlanjut setelah kehadiran beberapa tenaga musiman yang lain. Namun kami tetap tidak paham apa yang mereka bicarakan.
"Aziz, ada apa?" tanya Awad Bahweres, reporter RRI Kupang, kemudian. "Mereka menawarkan jasa apakah ada jamaah Indonesia yang ingin badal haji," sahut Aziz. Jawaban ini sontak membuat kami tertarik untuk mengetahui lebih lanjut.
Menurut buku pintar haji dan umroh karangan HM Iwan Gayo, badal haji adalah 'amanah haji' yaitu menghajikan orang lain. Dalam istilah haji, orang yang menghajikan disebut mubhil.
Badal berarti pengganti atau wakil dari orang lain untuk menunaikan ibadah haji dengan ketentuan bahwa 'pemeran badal' harus sudah lebih dahulu bergelar haji, artinya sudah pernah melaksanakan ibadah haji secara sempurna.
Badal banyak dilakukan berdasarkan rujukan sebagai berikut; membadalkan orang yang meninggal dan masih memikul kewajiban haji atau belum menunaikan haji yang telah diikrarkannya.
Dengan begitu, wajib bagi walinya untuk menyiapkan orang atau badal yang akan melakukan haji atas namanya dengan biaya dan hartanya, sebagaimana wali itu wajib membayar utang-utangnya.
Aziz yang sudah lima tahun bermukim di Makkah mengatakan setiap musim haji tiba, banyak orang yang menawarkan membadal haji. Mereka bukan hanya berasal dari penduduk setempat, namun banyak pula dari para pendatang, bahkan mukimin dan tenaga-tenaga musiman (temus).
Sejak tibanya jamaah dari seluruh dunia, mereka-mereka ini sudah mulai 'bergerak' menawarkan jasanya dengan mendatangi pemondokan-pemondokan jamaah.
Bukan tanpa sebab mereka rela berlelah-lelah ikut berhaji lagi, dan ini tentu ada kaitannya dengan uang jasa yang akan diterima. Besarannya memang cukup lumayan, antara 1.000 hingga 1.500 riyal per orang. "Makanya banyak yang mau, para temus kita di sini juga bersedia bila ada yang meminta bantuan untuk badal haji," imbuh Aziz.
Seandainya kemudian tercapai kesepakatan, orang tersebut bakal berperan layaknya jamaah haji biasa, pakai pakaian ihram dan niat dari miqat, mabit (bermalam) di Muzdalifah, melontar jumrah Aqabah, Mabit di Mina, melempar jumrah Ula, Wustha dan Aqabah, serta tawaf wada.
Akan tetapi, oleh si pemberi jasa, niat dari miqat diperuntukkan bagi yang hendak dibadal hajikan. "Pokoknya mereka akan membereskan semuanya, hingga pengurusan sertifikat badal haji," lanjut dia lagi.
Sesuai aturan yang berlaku, terhadap orang yang badal haji nantinya setelah selesai, akan menerima semacam sertifikat sebagai bukti telah dihajikan. Sertifikat ini, kata Aziz, dikeluarkan oleh pihak kementerian haji Arab Saudi.
Adapun prosesnya tidak terlalu lama, layaknya bila ingin membuat ijazah, blankonya sudah tersedia tinggal menuliskan nama saja. Di sertifikat itu, bukan hanya nama orang yang dibadal hajikan, melainkan nama orang yang membadal hajikan. Apakah ada biaya untuk pengurusan sertifikat badal haji ini, Aziz mengaku tidak tahu.