REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Layanan makan bagi jamaah haji di Arafah dan Mina (Armina) akan menggunakan sistem nasi kotak dan bukan menggunakan sistem prasmanan seperti tahun sebelumnya.
"Berbeda dengan tahun lalu, tahun ini kita menggunakan sistem nasi kotak yang proses masaknya dilakukan di dekat Maktab sehingga masakan masih tetap segar saat dikonsumsi," kata Direktur Pelayanan Haji Kemenag Sri Ilham Lubis di Jeddah, Minggu.
Ia mengatakan, ada 15 varian menu yang disiapkan bagi jamaah untuk 15 kali makan mulai 8-13 Dzulhijah dengan perkiraan puncak haji atau 9 Dzulhijah tanggal 14 Oktober 2013.
"Sedikitnya 19 perusahaan katering disiapkan pada puncak haji di Armina. untuk keperluan tersebut para juru masak dari 19 perusahaan katering itu, hari ini telah mendapat penjelasan di Kantor Daerah Kerja (Daker) Jeddah," katanya.
Ia menjelaskan berbagai hal dipaparkan pada pertemuan itu mulai soal menu, bumbu yang digunakan hingga cara memasaknya. "Sosialisasi ini demi menyamakan persepsi, sehingga kualitas dan cita rasa masakan bisa terjaga," katanya.
Pihak katering akan melayani di 24 maktab dari 48 maktab yang ada, sedangkan sisanya dilayani Asosiasi Perusahaan Pelayanan Katering Arab Saudi.
"Demi menjaga agar masakan tetap segar dan kualitas terjaga, proses memasak dilakukan di tenda dekat Maktab," katanya.
Sebelumnya DPR dan pemerintah sepakat mengubah sistem penyajian katering haji dari model prasmanan ke nasi kotak untuk mengantisipasi munculnya kejadian luar biasa (KLB) keracunan makanan yang terjadi tahun lalu akibat jamaah haji memakan nasi yang sudah basi.
Sistem prasmanan juga mempunyai kelemahan munculnya antrean jamaah yang cukup panjang sehingga merugikan jamaah yang sudah renta dan mereka yang antre di bagian akhir. Jamaah yang ada di antrean paling belakang bisa kecewa karena ketika sudah sampai di depan meja prasmanan, rata-rata yang tersisa tinggal nasi dan sedikit sayur serta lauk-pauk.
Namun untuk mencegah keracunan, sistem kotak juga perlu disosialisasikan agar jamaah tidak menunda untuk mengonsumsinya karena jika lebih dari tiga jam sejak didistribusikan makanan bisa menjadi basi dan juga berakibat keracunan.
Kasus keracunan makanan juga terjadi di Mekkah Selasa (24/9) siang akibat mengonsumsi makanan yang sudah kadaluwarsa.
Dari hasil penelusuran terungkap bahwa jamaah dari salah satu KBIH (kelompok bimbingan ibadah haji) itu diberikan jatah makan pagi yang sebenarnya dimasak pada malam harinya. Ternyata, sebagian jamaah memakan jatah itu pada siang harinya atau sudah basi sehingga 11 anggota jamaah itu sempat dirawat di Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) Mekkah, sedangkan 15 lagi sempat dirawat di klinik sektor 4 Makkah.
sumber : Antara