Selasa 01 Oct 2013 16:03 WIB

Jamaah Haji Minim Koordinasi

  Calon jamaah haji kloter 5 asal Kota Tangerang, memasuki bus saat pemberangkatan ke tanah suci melalui Bandara Halim Perdana Kusuma di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta, Jumat (13/9).  (Republika/Yasin Habibi)
Calon jamaah haji kloter 5 asal Kota Tangerang, memasuki bus saat pemberangkatan ke tanah suci melalui Bandara Halim Perdana Kusuma di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta, Jumat (13/9). (Republika/Yasin Habibi)

Oleh Nur Hasan Murtiaji

REPUBLIKA.CO.ID, Tiga hari luntang-lantung di kawasan Masjidil Haram, sang nenek akhirnya bertemu petugas haji Indonesia pekan lalu. Sang nenek yang berasal dari daerah Sulawesi Selatan itu pun diantar bukan oleh warga negara Indonesia.

“Saya kasihan melihat kondisi nenek itu,” kata Wakil Ketua Sektor Khusus AKBP Tien Abdullah saat ditemui di pintu keluar Marwah, sisi timur Masjidil Haram. Bagaimana cara nenek itu makan selama tersesat jalan?

“Nenek itu bilang dia cuma minum air zamzam saja,” kata Tien yang berasal dari kesatuan kepolisian ini. Yang membuat Tien makin sedih, tidak ada kloter atau sektor yang melaporkan kehilangan anggotanya. Padahal, sang nenek sudah tiga hari berkeliaran di Masjidil Haram.

Kasus serupa tak sedikit terjadi. Di pos Sektor Khusus di pintu keluar Marwah dalam setengah hari bisa ditemukan puluhan orang kesasar.

Seorang kakek berusia 70-an tahun asal Embarkasi Padang mengaku sudah enam jam terpisah dari rombongan. Dia sudah berputar-putar mencari jalan keluar, tapi tetap saja tidak ketemu arah ke pemondokan.

“Kami yang tua begini kalahlah geraknya sama yang muda-muda,” begitu pengakuan sang kakek dalam logat bahasa daerahnya. Masalahnya, anggota rombongan yang lain tidak melaporkan jika ada anggotanya terlepas.

Meski akhirnya sang nenek dan sang kakek bisa dikembalikan ke pemondokan, Tien Abdullah melihat ada bolong-bolong dengan pola koordinasi sesama jamaah.

Mengapa ketua rombongan atau ketua regu maupun pembimbing ibadah tidak mengecek kembali anggotanya, apakah masih lengkap atau ada yang menghilang? Tak berhenti di pengecekan saja, pimpinan rombongan juga harus meneruskan informasi jika ada anggotanya yang menghilang ke petugas sektor untuk ditindaklanjuti.

Walau terkadang untuk kasus tertentu, pimpinan rombongan tidak bisa disalahkan 100 persen. Seperti yang saya alami pada Sabtu (28/9) sore, justru sang jamaah yang kesulitan dimintakan informasi.

Sang ibu yang berasal dari daerah di Sulawesi Selatan itu tidak mau dikorek keterangannya, sulit diajak berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Bahkan, ketika anggota polwan turun tangan, sang nenek tetap sulit dirayu untuk diantar pulang. “Suami saya masih di atas Masjidil Haram, saya menunggu di sini saja,” kata sang nenek ngotot.

Dalam kondisi seperti ini, Tien yang mencoba membujuk ibu itu agar mau naik mobil antaran terpaksa menuruti kemauannya. Dia buntuti ke mana sang ibu itu pergi hingga dengan sedikit bersikap tegas, sang ibu akhirnya mau dibujuk masuk ke dalam ruang kantor Sektor Khusus. Personel Sektor Khusus terdiri dari TNI/Polri dan tenaga musiman.

Memang tak semua rombongan abai terhadap anggota mereka yang uzur. Saya bertemu jamaah asal Embarkasi Solo yang sedang berjaga di pintu keluar Terminal Bab Ali. “Minta tolong, Pak, nanti kalau bertemu orang tua bernama Kusein, orangnya kecil, kabari kami, ya,” kata jamaah tersebut.

Ternyata, tiga temannya yang lain juga sudah disebar di tiga titik berbeda, berjaga-jaga sang kakek yang terlepas rombongan bertemu mereka. Jamaah haji Indonesia yang sangat bervariasi, memang beragam pula sikapnya. Ada yang sangat peduli, tapi ada yang minimalis perhatiannya pada sesama jamaah.

Bagi mereka yang sudah peduli, tidak ada masalah. Namun, bagi yang minimalis, harus dibuat mekanisme pelaporan yang standar. Tidak lagi ada bolong rantai koordinasi.

Harian Republika/Teguh Firmansyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement