REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH--Sistem kontrak perumahan jangka panjang di Makkah, menurut Dirjen Penyelenggaran Haji dan Umrah Kementrian Agama, Anggito Abimanyu tidak mungkin dilakukan. Alasannya pemilik rumah tidak bisa memastikan apakah rumah mereka dibongkar atau tidak.
"Kita sudah menawarkan kontrak jangka panjang kepada pemilik rumah yang kondisinya baik, namun mereka menolak karena mereka tidak memastikan apakah rumahnya dibongkar atau tidak," katanya di Makkah, Sabtu, terkait permintaan sejumlah anggota Komisi VIII DPR.
Selain itu, menurut Anggito akan sulit ditentukan nilai kontrak tahun depan karena pemilik rumah pasti menginginkan kenaikan nilai kontrak setiap tahun.
Demikian juga permintaan Komisi VIII terkait dengan kompensasi bagi jamaah yang mendapat perumahaan yang kurang bagus fasilitasnya, Anggito menegaskan, tidak ada kompensasi itu. "Hanya memberikan kompensasi dalam bentuk doa saja," katanya.
Sebelumnya pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Makkah, Jumat (11/10) Dirjen mengakui ada beberapa gedung pondokan haji yang fasilitasnya terganggu seperti ketersediaan air, kekurangan kamar mandi dan kerusakan pendingin udara seperti di Sektor I, IV dan IX.
"Kira-kira ada 10 persen perumahan yang masih belum baik dan kita meminta pemiliknya untuk memperbaiki jika ada kerusakan," katanya. Ia menjelaskan, biasanya ada beberapa yang dimiliki satu keluarga dan mereka meminta seluruh gedung harus disewa termasuk gedung yang fasilitasnya kurang memadai itu.
Berbagai persoalan yang diunggap Dirjen PHU membuat, Ketua DPR Marzuki Alie, dalam rapat dengar pendapat itu mengatakan sudah ada keterbukaan dari Kementerian Agama terkait penyelenggaraan ibadah haji sehingga berbagai kekurangan diungkap dan berusaha dicari solusinya.
Pada RDP itu, sejumlah anggota Komisi VIII meminta agar jamaah yang mendapat pondokan yang kurang layak mendapat uang kompensasi seperti tahun lalu.