Ahad 09 Mar 2014 16:20 WIB

Partisipasi Pemilih dalam Pemilu 2014 Diprediksi Sesuai Target KPU

   Relawan dari Gerakan Nasional Peduli Pemilu (Genapp) merentangkan spanduk sosialisasi Pemilu 2014 di Bundaran HI, Jakarta, Selasa (4/3). (Republika/Tahta Aidilla)
Relawan dari Gerakan Nasional Peduli Pemilu (Genapp) merentangkan spanduk sosialisasi Pemilu 2014 di Bundaran HI, Jakarta, Selasa (4/3). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Survei Cirus Surveyors Group memprediksi tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu 2014 bisa sesuai target Komisi Pemilihan Umum (KPU), yaitu 70-75 persen.

"Antusiasme publik terhadap pemilu sebenarnya cukup tinggi, bisa mencapai 90 persen," kata Direktur Eksekutif Cirus Surveyors Group Andrinof Chaniago di Jakarta.

Namun dari angka tersebut, sekitar 10 persen terindikasi golput. Karena lima persen di antaranya mengaku tidak akan datang ke TPS dengan alasan keinginan pribadi. Sementara sisa lima persennya menyatakan golput karena banyaknya kesalahan administrasi.

"Jadi kami perkirakan tingkat partisipasi masyarakat 70-75 persen tahun ini," ujarnya.

Berdasarkan hasil riset, 94,23 persen dari 2.200 responden menyatakan akan menggunakan hak pilih dalam pemilu. Sementara 1,8 persen mengaku tidak akan memilih dan 3,97 persen menjawab tidak tahu.

Direktur Riset Cirus Surveyors Group Kadek Dwita Apriani menjelaskan tingginya antusiasme responden terhadap pemilu disebabkan oleh banyaknya wacana di media, terutama televisi.

Namun, tingginya antusiasme masyarakat tak seimbang dengan sosialisasi yang dilakukan penyelenggara pemilu. Karena 42,83 persen responden mengaku tidak tahu kalau pileg akan diselenggarakan pada 9 April.

"Yang mengaku tahu sekitar 57,17 persen. Makanya penyelenggara pemilu perlu mensosialisasikan lagi. Saya yakin potensi golput bisa ditekan," tuturnya.

Kadek mengatakan, sosialisasi penting guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu. Terlebih di tengah tingginya apatisme publik.

"Karena di beberapa tempat, banyak juga orang yang memilih karena dipaksa, ada yang memobilisasi. Mereka biasanya menjaga di TPS pada H-1 atau H-2. Makanya, tentu akan sangat merugikan," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement