Kamis 18 Sep 2014 09:45 WIB

Dirjen Haji Kunjungi Pemondokan di Luar Markaziyah (2)

Dirjen Haji dan Umrah, Abdul Jamil.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Dirjen Haji dan Umrah, Abdul Jamil.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Zaky Al Hamzah

Ketika jamaah haji tiba pertama kali di Madinah, sejumlah jamaah ditempatkan di lantai atas tanpa atap. Saat itu, kamar tidur jamaah haji hanya berupa kamar kotak-kotak tanpa atap.

Kondisinya lebih mirip dengan tempat menjemur pakaian atau kamar bedeng yang biasa digunakan tukang bangunan bila menyelesaikan sebuah proyek.

Namun, setelah mendapat protes dari Kemenag, kini para jamaah sudah ditempatkan di kamar yang lebih layak. Kini kamar tanpa atap tersebut dijadikan tempat menjemur pakaian para jamaah.

Meski kondisi pemondokannya masih di luar Markaziah dan tidak sebagus pemondokan di area Markaziah. Kondisi ini berbeda jauh dibandingkan kondisi pemondokan di area Markaziah yang cukup nyaman.

Di dalam kamar tidur jamaah terdapat AC model lama yang menggantung di sudut ruangan. AC model lama seperti ini diakui jamaah kurang efektif mendinginkan ruangan karena suhu udara di Madinah sesekali mencapai 45 derajat saat siang hari.

Kepada Dirjen PHU, para jamaah haji menyampaikan keluhannya. Keluhannya beragam dari kamar yang bau apek, AC yang tidak dingin, kondisi pemondokan, kamar yang sesak dan membuat tidak nyaman dan pasokan makanan sering terlambat.

Keluhan lainnya, air mampet selama beberapa hari, hingga jarak pemondokan yang cukup jauh dari Masjid Nabawi, sehingga membuat sejumlah jamaah sering terlambat mengikuti shalat berjamaah.

"Kami hanya menghendaki keadilan. Sebagian jamaah haji Indonesia mendapat perlakuan yang sangat baik ditempatkan di Markaziah dengan hotel sekelas bintang lima, tapi pas nasib kami jamaah haji (di pemondokan) di luar Markaziah ini seperti ditempatkan di (warung) kaki lima, di emperan dengan fasilitas yang sangat minim," protes Umar Junaidi Hasibuan, jamaah haji yang juga Wali Kota Tebing Tinggi (Sumatra Utara) saat ditemui Dirjen PHU Kemenag Abdul Djamil.

Umar membeberkan alasan kondisi pemondokan di luar Markaziah seperti ditempatkan di warung kaki lima karena di pemondokan tersebut tidak ada transportasi, kamar yang berdempet-dempetan.

"Menurut Pak Dirjen akan ada transportasi untuk shalat lima waktu di Masjid Nabawi, ya itu sudah bagus," tuturnya. Namun, persoalan lain saat itu belum tuntas. Sebab, fasilitas AC masih kurang, sementara suhu udara di Madinah sangat panas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement