REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Kementerian Agama mengklaim selalu mencari upaya untuk menurunkan tingkat antrian calon jamaah haji dengan bantuan para ulama MUI. Di sisi lain, MUI mendorong pemerintah agar lebih tegas.
Wakil Menteri Agama RI Nasaruddin Umar mengakui, ada berbagai pendapat yang mengusulkan agar jangan haji berkali-kali. Namun pihaknya tidak bisa memutuskan karena ada domain sendiri yang mengaturnya.
"Ada ulama, ada juga umarah. Dalam substansi ini, domain ulama ada pada Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berhak mengeluarkan fatwa, sedangkan umarahnya pemerintah yang mengatur regulasi," tuturnya, Senin (29/9).
Ia mengakui, regulasinya bakal ditentukan sembari memperbaiki sistem antrian haji. “Tapi, memang di Indonesia belum ada bentuk regulasi khusus, baru tahap imbauan," ujar Wamenag.
Ketua Komisi Kerukunan Antarumat Beragama MUI Pusat Slamet Effendi Yusuf menilai, ada prinsip yang seharusnya dipegang oleh pemerintah, yaitu kaidah bahwa kewajiban pemerintah atas rakyatnya harus diorientasikan pada kemaslahatan.
"Ini bukan perkara hukum Islamnya, dan pemerintah tidak perlu takut dianggap melarang beribadah," ujar Slamet.
Ketika pemerintah mengambil kebijakan hanya membolehkan orang yang belum haji untuk mendaftar dan berangkat haji, urai Slamet, alasannya adalah untuk kebaikan bersama (Li Maslahatil'Ammah).
Dengan demikian, lanjut dia, hal tersebut juga menghindarkan diri dari perbuatan zalim. Lantaran masih banyak orang belum berhaji terambil haknya untuk melaksanakan rukun Islam kelima tersebut gara-gara ada yang sudah pernah berhaji, namun masih mau berangkat lagi.
MUI, kata dia, menganjurkan umat Islam yang memiliki harta lebih bisa menggunakannya untuk amal dan sosial, seperti membantu kegiatan pendidikan, penyantunan anak yatim, membantu fakir dan miskin.