REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengalaman menunaikan ibadah haji diawali dengan masuknya Mursida dalam daftar tunggu haji pada tahun 2009. Setelah setahun, akhirnya ia berangkat haji.
Ia ke tanah suci bersama suami dan tantenya. Di awal, tantenya merasa enggan berangkat lantaran takut merepotkan. "Tante saya lumpuh, belaiu menderita folio sejak lahir," ucap Mursida yang lahir di Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat Sumatera Utara pada 21 Oktober 1967.
Dengan kemantapan hati, Mursida meyakinkan tantenya untuk tetap melaksanakan haji. "Saya yakinkan beliau, Insya Allah semua akan diberikan kemudahan," katanya.
Tante dari Mursida adalah seorang perempuan yang tidak memiliki suami dan anak keturunan. "Hal inilah yang memotivasi saya untuk mengajaknya, selagi saya mampu saya ingin mengabdi kepada orang yang lebih tua," ucap Mursida yang kini memiliki BMT dengan 12 kantor cabang dengan total aset hampir mencapai Rp 100 milyar.
Setelah ia bersama suami dan tente lengkap dengan kursi rodanya berangkat ke Tanah Suci, semua kekhawatiran pun sirna. "Saya dan tante saya sungguh mendapat kemudahan," ucap Mursida yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jendral Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan BMT Indonesia.
Ia menceritakan saat di Tanah Suci begitu banyak fasilitas yang memudahkan jamaah yang memiliki keterbatasan fisik. Karena Mursida merupakan pendamping bagi tantenya maka ia pun turut merasakan fasilitas khusus tersebut. "Saat memasuki pesawat saya tidak perlu antri dan naik tangga, saya masuk melalui jalur khusus dan menggunakan lift," Mursida yang sempat menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Dakwah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Saat di Raudah pun ia terbebas dari antrian jamaah haji. Ia dan tantenya banyak dimudahkan oleh jalur special acces bagi kaum difabel.
Bahkan saat ia dan tantenya akan memasuki bus di Tanah Suci ia dibantu oleh pengemudi bus. Si pengemudi bus turun dari bus sambil berkata, " Ijinkan saya mendapat pahala dengan membantu menggendongnya untuk memasuki bus," ucap Mursida menirukan ucapan pengemudi bus.
Seketika itu Mursida pun terharu akan sikap penolong sang pengemudi bus. Selain itu ia juga terharu karena semua kekhawatiranya segera dibayar dengan kemudahan-kemudahan.
Ia bersyukur saat itu dapat berhasil melaksanakan ibadah haji dengan lancar. "Saya juga bersyukur dapat berkesampatan untuk mengabdi kepada tante saya, pada Maret 2014 yang lalu beliau telah meninggal dunia pada usai 88 tahu," ucap Mursida yang juga sempat menempuh pendidikan Pascasarjana namun tidak diselesaikanya.