Diasuh oleh Ustaz HM Rizal Fadillah
Assalamualaikum wr wb.
Ustaz, setiap jamaah haji pasti sangat merindukan untuk bertemu dengan Ka’bah. Apa yang harus dilakukan saat pertama kali melihat Ka’bah? Bagaimana sebenarnya kedudukan Ka’bah dalam ajaran Islam?
Fitriyan - Depok
Waalaikumusalam wr wb.
Ka’bah memiliki kekuatan magnetik yang besar untuk menarik manusia ke medan magnetnya. Ka’bah menjadi sentrum peribadahan sejak manusia diciptakan. “Inna awwala baitin wudhi’a lin naasi lalladzii bibakkah.” (Sesungguhnya rumah pertama yang dibangun untuk tempat manusia beribadah adalah yang ada di Makkah)—QS Ali Imran: 96. Namun, bukanlah berarti hal ini menunjukkan bahwa kita harus menyembah Ka’bah atau menjadikan Ka’bah sebagai “sembahan antara” kepada Allah.
Ka’bah terbebas dari penyembahan sedikit pun karena perintah Allah sangat jelas dan tegas, “Fal ya’buduu Rabba haadzaal baiti” (Maka sembahlah Rabb-nya rumah ini)—QS Quraisy: 3. Yang kita sembah bukan Ka’bah, melainkan Allah pemilik Ka’bah.
Adapun sunahnya ketika melihat Ka’bah maka berdoalah, “Allahumma zid hadzaal baita tasyriifan wa ta’dhiiman wa takriiman wa mahaabatan, wa zid man syarrofahu wa karromahu mimman haa jahu awi’ tamarohu tasyriifan wa ta’dhiiman wa takriiman wa birro.”
(Ya Allah tambahilah keagungan, kebesaran, kemuliaan, dan kehormatan Baitullah ini. Dan tambahkanlah keagungan, kemuliaan, kebesaran, dan kebaikan orang yang mengagungkan dan memuliakannya di antara mereka yang datang untuk berhaji atau berumrah dengan keagungan, kemuliaan, kebesaran, dan kebaikan)—HR Syafi’i secara marfu.
Mengenai kedudukan Ka’bah menurut ajaran Islam, maka ada tiga hal penting, yaitu, pertama, Ka’bah adalah rumah pertama tempat ibadah umat manusia karena sejak zaman Nabi Adam AS Ka’bah telah ada sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA bahwa ketika Adam AS diturunkan dari surga.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Aku menurunkanmu (Adam) bersama dengan sebuah rumah atau tempat yang di sekelilingnya digunakan tawaf sebagaimana Arsy-Ku, di sekitarnya dijadikan tempat shalat sebagaimana juga ‘Arsy-Ku” (menurut Haitsami, perawi hadis ini termasuk perawi yang sahih, Majmu’ al-Zawaid, 3/288).
Begitu juga dengan doa Nabi Ibrahim AS, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan dari keturunanku di lembah yang tak memiliki pepohonan yaitu di sisi Rumah-Mu (Baitullah) yang suci.” Pada saat itu, Nabi Ibrahim belum membangun Ka’bah.
Kedua, Ka’bah itu tempat bagi umat yang mendatanginya untuk melakukan tawaf, iktikaf, dan shalat sebagaimana firman-Nya, “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, iktikaf, ruku, dan sujud.” (QS al-Baqarah: 125). Ka’bah adalah tempat yang paling agung untuk manusia beribadah. Ia berada di masjid paling besar pahala di sisi Allah bagi yang beribadah di dalamnya, yakni Masjidil Haram.
Ketiga, Ka’bah yang berbentuk //cube atau kubus persegi empat itu adalah arah atau kiblat ibadah umat. Satu arah dalam shalat di mana pun kita berada. Jika tak ada kesatuan arah dalam menyembah Allah, maka bisa saja dalam berjamaah imam menghadap ke satu arah, makmum ke arah yang lain. Awal kiblat adalah ke Ka’bah di Masjidil Haram, lalu pindah ke Baitul Maqdis di Jerusalem (Darussalam), lalu Allah pindahkan kembali ke kiblat awal yaitu, Masjidil Haram.
Rasulullah SAW senantiasa berharap kiblat umat Islam adalah Ka’bah di Masjidil Haram dan Allah SWT mengabulkannya. “Sesungguhnya Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang engkau sukai. Palingkanlah wajahmu ke Masjidil Haram.” (QS al-Baqarah: 144).
Saatnya kini umat Islam untuk berpindah kiblat dari rumah hantu peradaban yang gelap ke rumah Allah yang penuh dengan cahaya kebahagiaan. Ka’bah adalah kiblat ibadah dan peradaban umat yang penuh dengan berkah dan rahmat Allah.