Selasa 07 Oct 2014 11:28 WIB

Rute-Rute Jamaah Haji Afrika Masa Lampau

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Peta Benua Afrika.
Foto: Libweb5.princeton.edu/ca
Peta Benua Afrika.

REPUBLIKA.CO.ID, Dulu Fusthath merupakan pusat pertemuan rute haji di Mesir. Pelabuhan Aidzab adalah permulaan dari perjalanan laut menuju Baitullah. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan terpenting di Laut Merah di Mesir.

Dalam catatannya, Al-Maqrizi mengatakan selama dua ratus tahun lebih para jamaah haji dari Mesir dan Maroko mengadakan perjalanan haji menuju Makkah melalui Gurun Aidzab.

Seperti yang digambarkan oleh Ibnu Jubair, para jamaah bertolak dari Fusthath mengarungi Sungai Nil menuju Qus melewati sejumlah kota dan kampung yang berada di kedua tepian Sungai Nil.

Tepian sungai ini memang memiliki keistimewaan dengan banyaknya pasar dan berbagai fasilitas lainnya. Juga merupakan tempat pertemuan para jamaah haji dengan para pedagang yang datang dari berbagai penjuru.

 

Perjalanan menyusuri sungai ini memakan waktu selama 18 hari. Para jamaah membeli barang-barang yang diperlukan di Qus, kota yang dianggap sebagai pusat kebudayaan Islam Mesir.

Sambil menunggu keberangkatan ke pelabuhan Aidzab di tepi Laut Merah seraya mempersiapkan bekal yang diperlukan, mereka berkumpul di Al-Maraz. Di sini barang-barang dan muatan mereka ditimbang untuk menentukan besarnya upah muatan yang akan diangkut di atas punggung unta bersama para pemiliknya.

Mereka bisa pula menggunakan berbagai sarana transportasi lainnya untuk melewati padang pasir yang tandus dan jarang sekali ditemukan air.

Sementara itu, orang-orang yang memiliki kedudukan dan orang-orang kaya dapat menaiki unta bersekedup (unta yang memiliki tenda di atas punggungnya). Jenis sekedup yang paling bagus adalah sekedup Yamaniyah berlapis kulit dan luas.

Sekedup ini mempunyai penyangga di setiap sudutnya dan di atasnya terdapat payung yang dapat melindungi orang yang menaikinya dari sengatan matahari yang membakar.

Orang yang menaikinya dapat bebas duduk atau bersandar tanpa merasa capek. Dia pun dapat sekali-kali menyantap makanan bersama temannya, atau membaca mushaf dan buku. Bahkan dia juga bisa bermain catur jika suka bermain untuk mengatasi susah payahnya perjalanan. Sebagian besar jamaah memilih naik di atas muatan. Hal itu membuat mereka sangat menderita karena sengatan terik matahari yang disertai angin panas.

Setelah selesai memenuhi berbagai prosedur, para jamaah haji bertolak dari Al- Mabraz menuju Aidzab melalui padang pasir yang tandus dan ditempuh sekitar 38 hari. Sehingga secara keseluruhan perjalanan dari Fusthath menuju Aidzab memakan waktu sekitar 56 hari, berdasarkan catatan perjalanan Ibnu Jubair.

Dia melakukan perjalanan dari Fusthath pada tanggal 6 Muharram tahun 579 H/1183 M dan tiba di Aidzab tanggal 2 Rabiul Awwal pada tahun yang sama. Aidzab adalah padang pasir yang di dalamnya tidak terdapat tumbuh- tumbuhan sama sekali. Semua yang ada di sana, bahkan air didatangkan dari luar daerah.

Sesampainya para jamaah di Aidzab, mereka berada dalam penantian dengan hari- hari yang sulit, lantaran tidak tersedia makanan pokok yang dibutuhkan. Ditambah lagi dengan buruknya cuaca dan faktor alam yang keras di pelabuhan ini. Kondisinya adalah seperti yang digambarkan oleh Ibnu Jubair berikut.

“Segala sesuatu didatangkan dari luar termasuk air bersih. Kami tinggal di antara udara yang menyengat tubuh dan perut yang keroncongan karena lapar. Airnya terasa pahit, udara terasa membakar. Singgah di sana merupakan hal yang paling tidak disukai dalam perjalanan menuju Baitul Atiq (Ka’bah).”

“Alangkah besarnya pahala para jamaah haji lantaran penderitaan yang mereka alami dalam perjalanan, terutama di wilayah tersebut. Dalam legenda rakyat di sana, kota ini telah dijadikan oleh Nabi Sulaiman bin Dawud sebagai penjara bagi para jin Ifrit.”

Setelah merasakan penderitaan di sana beberapa hari, para jamaah haji lalu menaiki kapal penyeberangan menuju Jeddah. Yaitu, sejenis kapal yang biasanya mengarungi Samudra Hindia dan Laut Merah.

Kendaraan ini merupakan perahu besar yang terbuat dari papan yang disambung dengan kuat menggunakan sabut kelapa. Kapal ini juga dipakai oleh warga Mesir, Hijaz, dan Yaman untuk mengangkut jamaah haji dan perbekalannya. (Atlas Haji dan Umrah karya Sami bin Abdullah Al-Maghlouth)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement