Rabu 08 Oct 2014 17:31 WIB

Pentingnya Istitha’ah Kesehatan bagi Jamaah Haji

Ibadah Haji 1435 H
Foto: VOA
Ibadah Haji 1435 H

Oleh: Neni Ridarineni, Makkah, Arab Saudi

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH - Zubaidah (70 tahun) jamaah haji dari Surabaya menderita kanker payudara yang sudah stadium lanjut. Saat berangkat payudaranya sudah luka dan diperban. Jamaah haji dari Embarkasi Surabaya ini berangkat sendiri dan tak ada pendampingnya.

Selama dalam perjalanan ke Arab Saudi lukanya semakiin melebar dan tak ada yang membantu merawatnya. Akhirnya sesampainya di Makkah dia pun mengalami kesakitan yang tak bisa ditahannya. Sejak sebelum menjalani proses ibadah haji hingga sekarang dia masih dirawat di BPHI (Balai Pengobatan Haji Indonesia) Makkah.

Zubaidah sebetulnya termasuk tidak istitha’ah untuk melaksanakan ibadah haji dari segi fisik dan kesehatan. Bahkan kasus seperti Zubaidah dengan penyakit lain dan sudah lanjut usia cukup banyak.

Menurut Kepala Seksi Kesehatan Daker Makkah Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Paru Mohammad Ilyas, tahun ini jamaah haji yang berusia 80-90 tahun cukup banyak dan mereka sudah menderita berbagai penyakit.

Anggota Amirul Hajj 2014 Yunahar Ilyas mengatakan istitha'ah itu mampu secara fisik untuk melaksanakan ibadah haji, dari segi kesehatan tidak ada penyakit yang membahayakan yang jiwanya selama menjalankan ibadaha haji, mampu dari segi keuangan selama berhaji dan untuk keluarga yang ditinggalkan. .

’’Jadi, kalau itu semua bisa dipenuhi baru seseorang itu istitha’ah dan istitha’ah itu wajib bagi yang akan melaksanakan ibadah haji.

Sebetulnya kalau orang punya penyakit kanker dan kondisinya sudah harus dirawat tidak wajib berhaji,’’ujar Dosen Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini .

Kalaau jamaah haji dari sisi kesehatan berrisiko tinggi (red.menderita penyakit seperti Hipertensi, Jantung, Diabetes mellitus), kata dia menambahkan, harus ada keluarga  atau tetangga yang siap membantu untuk mendampinginya. Kalau dia berangkat haji sendiri, tanpa keluarga yang mendampinginya bisa merepotkan orang lain.

Menurut anggota DPR RI Sumarjati Arjoso, selama ini orang yang mempunyai risiko tinggi atau sudah mempunyai penyakit yang parah sejak di tanah air bisa berangkat beribadah haji karena pemeriksaan kesehatan baru dilakukan mendekati pemberangkatan.

Kalau pun pada saat pemeriksaan kesehatan sudah diketahui bahwa calon jamaah haji menderita penyakit berat dan dokter menyarankan untuk tidak berangkat dulu, biasanya jamaah haji memaksakan diri untuk bisa berangkat. Kadang dokter yang memeriksapun dipaksa oleh keluarganya untuk menuliskan kondisi jamaah haji tersebut sehat agar bisa lolos saat pemeriksaan di embarkasi.

Sementara kalau di Malaysia jamaah haji yang sudah lanjut usia dan orang yang mempunyai berbagai penyakit risiko tinggi tidak boleh berangkat ibadah haji. Di samping itu, kata Mantan Kepala BKKBN ini, pemeriksaan kesehatan di Malaysia dilakukan sejak awal pendaftaran.

Dr Ilyas pun sependapat dengan Arjati. ‘’Dari tim kesehatan mengingnkan istitha’ah kesehatan suatu menjadi suatu hal yang mutlak dan diperlukan,’’kata dia.

Menurut Ilyas, di masa mendatang paling tidak kondisi para jamaah haji secara fisik dan kesehatan lebih baik daripada kondisi jamaah haji sekarang . Saat ini jamaah haji jumlah ristinya melebihi 60 persen dan hal ini sangat rentan dengan kondisi di Arab Saudi kini yang kebetulan cuacanya sangat ekstrim.

Bahkan dia mengusulkan kalau bisa untuk mendaftar sebagai calon jamaah haji salah satu persyaratannya adalah ada lampiran kesehatan dan secara kesehatan layak untuk berangkat.

Kalau dari sisi kesehatan jamaah haji belum layak untuk berangkat haji, bisa dilakukan pengobatan dulu dan dipersiapkan kondisinya sehingga pada saat waktunya untuk berangkat haji sudah dalam keadaan istitha’ah kesehatan.

Karena terkait masa tunggu lama juga menjadi faktor risiko ujuga untuk timbulnya berbagai macam penyakit, sehingga jamaah haji yang sudah diketahui kesehatannya sejak mendaftar secara berkala harus dipantau kondisi kesehatannya.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengakui semakin banyak jamaah haji yang risti (risiko tinggi)  akan jadi tanggungan tim kesehatan dan petugas lain. ‘’Saya sdah bicara dengan MUI (Majelis Ulama

Indonesia) agar definisi istitha'ah itu lebih  menyeluruh terkait juga dengan kesehatannya,’’ujarnya.

Jadi, kata Lukman menambahkan, istitha’ah tidak hanya dimaknai mampu secara materi dan mental, fisik dan kesehatannya harus mampu untuk berhaji. nneni ridarineni

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement