Oleh: Zaky Al Hamzah, Jeddah, Arab Saudi
REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH --- Kementerian Agama (Kemenag) RI memiliki cara tersendiri menangani sejumlah Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) 'nakal' atau melakukan pelanggaran ketentuan Kemenag. Menurut Kepala Bidang Bimbingan Ibadah Haji Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia (PPIH) Indonesia di Arab Saudi, Ali Rokhmad, dari 992 KBIH yang terlibat dalam proses bimbingan terhadap jamaah haji Indonesia di Tanah Suci, ada tujuh KBIH yang terindikasi melakukan pelanggaran.
Indikasi pelanggaran-pelanggaran ketentuan Kemenag dalam pelaksanaan ibadah haji 2014 yang dilakukan sejumlah KBIH tersebut antara lain mendemo kebijakan Kemenag dengan memasan spanduk, memaksa jamaah melaksanakan ibadah di luar kemampuan, mengatur penempatan jamaah di pemondokan atau di tenda maktab saat Wukuf di Arafah, hingga pelanggaran meminta tambahan biaya kepada sebagian jamaah haji.
Menurut Ali Rokhmad, sebenarnya jenis pelanggaran yang dilakukan tersebut belum termasuk berat, semisal melakukan aksi demo di Tanah Suci sehingga merusak nama baik Indonesia di mata internasional. "Paling menonjol adalah pasang spanduk, tapi langsung kita tangani begitu pasang spanduk, spanduk itu kita turunkan," terang Ali di Jeddah, Arab Saudi, Senin (20/10) siang waktu arab saudi (WAS).
Sedangkan menghadapi pungutan biaya bagi sebagian jamaah haji, sesuai Keputusan Dirjen Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PHU) Nomor D/799/2013, KBIH memang diperbolehkan menarik pungutan, namun dengan ketentuan Rp 3,5 juta per jamaah. "Namun pungutan biaya itu hanya berlaku di Tanah Air, dan tidak diperbolehkan dilakukan di Tanah Suci (Arab Saudi)," jelasnya.
Biaya tersebut, lanjutnya, sesuai dalam ketentuan Dirjen PHU untuk proses bimbingan di Tanah Air. Biasanya, proses bimbingan haji berlangsung sampai 15 kali. Materi bimbingan haji terkait manasik haji, manasik di perjalanan seperti tata cara tayamum di dalam pesawat, melaksanakan zikir dan berdoa saat penerbangan di dalam pesawat.
Ia menjelaskan, proses bimbingan oleh KBIH seharusnya hanya sampai di Tanah Air dan berhenti di embarkasi. Namun bila proses bimbingan haji berlanjut sampai ke Tanah Suci, Ali Rokhmad tidak mempermasalahkan. "Tapi jangan bawa label (KBIH) di Arab Saudi, seperti slayer, bendera, spanduk, karena itu melanggar ketentuan tadi. Sebab seolah-olah mereka penyelenggara, padahal dia hanya pembimbing. Yang kami sesalkan, penyelenggara KBIH tadi sampai mengurusi bagi-bagi kamar (jamaah haji), mengkavling-kavling tenda (maktab) di Arafah dan Mina," tutur Ali.
Selain urusan intervensi KBIH di atas, KBIH juga melakukan 'paket' ziarah, tarwiyah, pelaksanaan umrah berkali-kali. Kadangkala, jelasnya, kegiatan tersebut tidak dikoordinasikan dengan petugas kloter atau Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia. "Padahal dalam ketentuan, KBIH harusnya tunduk dan patuh kepada TPIHI, bukan melakukan kegiatan sendiri-sendiri," bebernya.