REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) diminta untuk memperhatikan fungsi dan perannya sebagai pendamping dan pelayan jamaah haji dalam proses persiapan pembimbingan ritual haji di Tanah Air.
Perhatian tersebut, agar KBIH nakal mengurungkan niatnya untuk menjadikan jamaah haji sebagai obyek bisnis.
“Walau masih juga ada yang nakal, pemerintah harus tegas mengembalikan fungsi sejati KBIH,” jelas Wakil ketua umum Kesatuan Tour Travel Haji Umrah Republik Indonesia (Kesthuri) Artha Hanif kepada Republika, Rabu (22/10).
KBIH, kata Artha, sudah jelas fungsinya dalam penyelenggaraan ibadah haji ialah menyiapkan jamaah haji agar mandiri secara ilmu dalam melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci kelak.
KBIH, lanjut Artha, secara sukarela menyiapkan agar jamaah haji dapat melaksanakan rangkaian ritual ibadah haji sesuai syariat secara mandiri. Tidak ada lagi peran KBIH di luar itu.
Maka, ketika ada KBIH yang bersikap nakal sehingga memotivasi jamaah agar melakukan umrah berulang-ulang, membayar uang pelayanan tambahan hingga mengkoordinasikan pembayaran dam alias denda haji, itu sudah menyalahi fungsi KBIH. Dan di sanalah penerintah seharusnya harus bertindak.
KBIH yang melihatkan diri dalam pelayanan haji di Tanah Suci, lanjut dia, bisa jadi disebabkan kekhawatiran mereka terhadap jamaahnya yang diabaikan oleh pemerintah. Padahal, ketika di Tanah Suci, pemerintahlah yang berperan tunggal dalam pekalsanaan haji reguler.
“Tidak boleh ada banyak kapten, pemerintah bekerja KBIH juga, bisa kacau,” jelasnya. Makanya, selain menindak tegas, pemerintah juga mesti memaksimalkan pelayanan agar para tamu Allah yakni jamaah haji dapat terlayani dengan baik dengan memberikan fasilitas yang layak.