REPUBLIKA.CO.ID, Allah SWT menyatakan bahwa bait-Nya (rumah-Nya) penuh berkah. Berkah ialah suatu karunia yang diberikan lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya.
Misalnya, ada seorang yang menanam gandum. Biasanya sepetak sawah menghasilkan 500 kilogram gandum.
Tapi ternyata sepetak sawahnya itu memberikan hasil 1.500 kilogram gandum. Itulah yang dikatakan berkah. Artinya, sesuatu yang memberikan karunia, dan memberikan apa yang di atas karunia juga.
Dalam Al-Hajjul Mabrur karya Prof Dr M Mutawalli asy-Sya’rawi disebutkan, Baitul Haram memang telah memberikan keberkahan yang melimpah ruah, entah itu keberkahan ridha, keberkahan perlindungan dari manusia, keberkahan iman yang menyusup ke seluruh jiwa, keberkahan rasa takut kepada Allah SWT, dan keberkahan menumpas rasa sombong dan takabur dalam jiwa.
Walhasil, semua orang yang berada dalam Baitul Haram merasa sama dengan saudara-saudaranya yang lain yang ada di sana. "Tidak ada yang lebih tinggi kedudukannya hanya dikarenakan oleh tingginya jabatan, harta yang banyak, atau karena perbedaan warna kulit dan asal keturunan," kata asy-Sya'rawi.
Di samping itu juga terdapat keberkahan lainnya. Di Baitullah, shalat seseorang dinilai dan diganjar dengan seratus ribu kali. Nah, kalau sekali shalat diganjar dengan seratus ribu kali, dan melakukan kebaikan lainnya juga diganjar dengan seratus ribu kali, sementara pekerjaan yang sama yang dilakukan di luar Baitullah biasanya hanya dilipatgandakan sepuluh kali, maka hal itu dinamakan keberkahan.
Di antara keberkahan lainnya adalah kelapangan dada semua orang yang datang ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji ketimbang dari berbagai sarana dan prasarana yang ada. Meskipun sarana sudah ditingkatkan demikian rupa, tapi tidak akan dapat memberikan pelayanan yang memadai terhadap para tamu yang datang dari lima benua.
Namun tokh, mereka yang datang itu tetap berlapang dada. Kita melihat puluhan orang tidur dengan damai dan nyenyak dalam satu kamar. Padahal kalau di luar Makkah, tidur berdua saja rasanya sudah gerah.