Senin 10 Nov 2014 15:37 WIB

Dipertanyakan, Pengembalian Dana Optimalisasi Ongkos Haji Khusus

Rep: sonia fitri/ Red: Damanhuri Zuhri
Sejumlah jamaah haji khusus istirahat sejenak di salah satu tempat duduk di Plaza Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah, Arab Saudi, Kamis (11/9). (Republika/Zaky Alhamzah)
Foto: Republika/Zaky Alhamzah
Sejumlah jamaah haji khusus istirahat sejenak di salah satu tempat duduk di Plaza Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah, Arab Saudi, Kamis (11/9). (Republika/Zaky Alhamzah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyelenggaran Ibadah Haji Khusus (PIHK) diwakili oleh Asosiasi Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) mempertanyakan soal pengaturan pengembalian dana optimalisasi haji khusus dalam BPKH.

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Amphuri Joko Amoro dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VIII DPR RI pada Senin (10/11).

Pada dasarnya, ia mendukung soal pembentukan BPKH sebab badan tersebut dinilai akan memperkuat UU no 13/2008, di samping tercapai tujuan pengelolaan keuangan haji berdasarkan akuntabilitas dan transparansi.

Namun yang mesti diperhatikan dalam penyusunan pelaksanaan undang-undang yakni memberi batasan yang jelas tentang siapa regulator dan pelaksana dalam penyelenggaraan haji.

Dikatakannya, pengelolaan kuota haji untuk haji khusus berikut pengembalian dana optimaslisasi haji bagi mereka belum jelas dibahas dalam UU 13/2008.

Makanya, UU no 34/2014 harus memenuhi tuntutan tersebut. “Apakah pengembalian melalui Kemenag atau BPKH, itu harus ada pengelolaan yang sejalan, jangan sampai rekonsiliasinya berantakan,” tuturnya.

Selama ini, kata dia, ketika PIHK menyimpan dana haji di Kemenag selama bertahun-tahun, dana yang dikembalikan hanya terbatas untuk dana penyelenggaraan ibadah haji saja.

Sementara itu, tidak ada pengembalian untuk dana sisa. Maka ia pun menginginkan agar ketika BPHK dibentuk, telah disiapkan soal pengembalian dana awal jamaah melalui PIHK

Ia juga menginginkan pembagian kuota haji khusus disamakan dengan haji reguler yang bisa dibagi sampai ke kabupaten kota. Sebab selama ini, kuota haji khusus hanya disebar di tingkat nasional.

Akibatnya, tidak terjadi pemerataan pembagian kuota antara PIHK yang satu dengan yang lain, di mana ada PIHK yang dapat memberangkatkan jamaah hingga ribuan.

Sementara PIHK yang lain hanya memperangkatkan satu sampai dua jamaah saja. Maka, ia berharap ke depannya akan diatur batas maksimal dan minimal PIHK memberangkatkan jamaah, disesuaikan dengan kesiapan masing-masing PIHK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement