REPUBLIKA.CO.ID,PADANG -- Direktur Jendral Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Abdul Djamil enggan mengomentari ihwal penalti maskapai Garuda Indonesia dari otoritas penerbangan Bandara Amir Muhammah bin Abdul Azis (AMAA) Madinah, Arab Saudi.
"Saya tidak mau berdebat soal ini," kata dia saat berada di Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar), Sabtu (29/8).
Menurutnya, apa yang terjadi terhadap Maskapai Garuda Indonesia, sepenuhnya tanggung jawab pihak airlines. "Karena itu lebih banyak wilayah dia," lanjutnya.
Sebelumnya, maskapai Garuda Indonesia dikabarkan terkena penalti dari otoritas penerbangan gara-gara mendarat di luar periode waktu (slot mendarat) yang disediakan otoritas Bandara AMAA.
Manajer Operasional Garuda Indonesia di Bandara AMAA Madinah, Saleh Nugraha, Kamis (27/8) mengatakan, ada delapan pesawat yang terkena penalti.
Dendanya, 15 ribu riyal Arab Saudi setiap pesawat. Total, denda yang harus dibayarkan Garuda Indonesia mencapai 120 ribu riyal atau setara dengan Rp 452 juta.
Menurut Saleh, keterlambatan waktu mendarat dari slot time yang diberikan merupakan buntut dari kendala penyelesaian visa haji di Tanah Air.
Terkendalanya visa haji membuat manifesto penumpang setiap kelompok penerbangan (kloter) berubah. Perubahan manifesto penumpang kloter jamaah haji berujung pada lamanya proses administratif dan memasukkan jamaah calon haji ke dalam pesawat.
Menurut Abdul Djamil, penalti yang dialami Maskapai Garuda Indonesia bukan menyoal permasalahan visa haji.
"Tidak selalu karena visa. Harus ada telaah mendalam. Kita sudah instruksikan kepada Kanwil (Kepala Kantor Wilayah Kemenag) untuk lakukan rekonfirgulasi kloter," tuturnya menambahkan.