Selasa 01 Sep 2015 08:17 WIB

Strategi Karet Gelang

Permulaan bukit Shafa di Makkah.
Foto: Antara/Prasetyo Utomo/ca
Permulaan bukit Shafa di Makkah.

Oleh: Ratna Puspita dari Tanah Suci

MAKKAH -- Misful (59 tahun) memindahkan karet gelang di pergelangan tangan kirinya ke pergelangan tangan kanan ketika dia hendak melewati bukit Shafa di Masjidil Haram, Makkah, Senin (31/8) dini hari waktu Arab Saudi (WAS).

"Ini yang keempat," kata dia sembari menunjukkan ada empat karet gelang di pergelangan tangan kanannya. Tiga karet gelang lain melingkar di pergelangan tangan ‎kirinya. "Biar ndak lupa. "

Langkah pria keturunan Jawa itu tampak tertatih ketika memutar di bukit Shafa dan berjalan mengarah ke bukit Marwah.. Dia menjejakkan kakinya satu demi satu di lantai mas'a yang dingin. Misful tertinggal dari rombongannya. Namun, dia  tidak tampak bingung meski tertinggal dari rombongannya.

Dia menunjukkan kartu yang memuat keterangan nomor bus shalawat dan terminal di Masjidil Haram untuk menjelaskan bahwa dia sudah punya cukup bekal informasi untuk pulang menunjukkan kartu nomor bus shalawat. "Kakiku sedang sakit, jadi jalannya pelan-pelan saja, yang penting prosesinya benar," kata dia.

Lalu, dia bercerita, ide menggunakan karet gelang itu berasal dari istrinya, Masinem. "Ibumu yang punya ide itu, Nak. Yang penting, aku enggak salah hitungan ketika tawaf dan sa'i" kata Misful.

Masinem berjalan sekitar tiga meter di depan suaminya. Sesekali, dia melihat ke arah suaminya sembari menjaga langkahnya tidak terlalu cepat.

Ketika saya tersenyum ke arahnya, dia menghampiri saya dan menggandeng lengan saya. "Tadi bapak cerita, ide menandai putaran Shafa-Marwah dari ibu," kata saya. Saya pun bertanya bagaimana Masinem mendapatkan ide menggunakan karet gelang.

Dia bilang, itu cara paling mudah. Masinem pun mempraktikkan bahwa gelang karet bisa digunakan di pergelangan tangan dan dapat dipindahkan dengan mudah selama melakukan tawaf dan sa'i.

Sepanjang menyelesaikan putaran ke Shafa lalu berakhir di Marwah, Masinem pun bercerita dia dan suaminya memutuskan naik haji sejak putri-putrinya lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan.

Masinem menggunakan uang yang dikumpulkan dari gaji suaminya sebagai polisi dan usaha menjual pakaian. "Anak-anak sudah lulus, saya tidak punya keinginan apa-apa lagi kecuali ibadah," kata perempuan yang mendaftar haji sejak 2009.

Saya melepas Misful dan Masinem setelah keduanya bertemu dengan rombongannya. Malam hingga pagi itu, ada cukup banyak Misful dan Masinem lain di Masjidil Haram.

Mereka terlepas dari rombongannya ‎ketika melakukan ibadah. Saya bertemu Misful ketika sedang mengantarkan jamaah asal Makassar hendak melakukan sa'i.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement