Senin 21 Sep 2015 14:16 WIB
Musibah Crane Jatuh

Berkah di Balik Musibah Crane Jatuh

 Jamaah melintas dekat lokasi jatuhnya crane di Masjidil Haram, Makkah, Sabtu (12/9).  (Reuters/Mohamed Al Hwaity)
Jamaah melintas dekat lokasi jatuhnya crane di Masjidil Haram, Makkah, Sabtu (12/9). (Reuters/Mohamed Al Hwaity)

REPUBLIKA.CO.ID,MAKKAH -- Awan kelabu mungkin masih menyelimuti keluarga korban yang meninggal dalam peristiwa crane jatuh di jantung kota Makkah, yaitu Masjidil Haram, pada Jumat sore, 11 September 2015 lalu.

Masjid yang dibangun pertama kali oleh Nabi Ibrahim itu kini semakin populer seiring dengan sorotan dunia atas musibah yang menewaskan sedikitnya 111 orang dan melukai lebih dari 300 jamaah dari mancanegara.

Tidak hanya cedera fisik, jamaah dan keluarga korban mungkin juga masih banyak terluka dan menyimpan duka mendalam ketika orang yang mereka cintai wafat dalam peristiwa yang tak terduga.

Ada yang bisa menerima kenyataan itu dengan ikhlas dan mungkin banyak juga yang belum bisa menerima ditinggal begitu cepat oleh orang yang mereka cintai.

Erni Sampe Dosen, misalnya. Istri Darwis Rahim Cogge, masih tidak menyangka suaminya kini telah tiada.

Ia bersama suami, serta ayah dan adiknya tiba di Makkah, Jumat (11/9) dini hari dan langsung umrah qudum (kedatangan) sampai subuh. Sukacita sampai di Tanah Suci membuat mereka kembali Masjidil Haram untuk ibadah Shalat Jumat hingga Ashar.

Ibu tiga anak tidak menduga dalam berapa jam kemudian sebuah bayangan gelap yang belakangan diketahui pecahan crane roboh, menghempas napas kehidupan suaminya.

"Saat itu juga, saya yakin suami saya terkena pecahan itu, saya terus mencarinya meski saya juga mengalami luka saat itu," katanya.

Darwis merupakan salah satu dari 11 jamaah Indonesia yang menjadi korban musibah di Masjidil Haram. Selain itu, ia sementara ini menjadi jemaah meninggal yang terakhir terindentifikasi.

Angin spiritual yang bisa menyejukkan keluarga korban adalah pernyataan ulama dan Imam Besar Saudi, Syeikh Suud bin Muhammad bin Ibrahim As Suraim.

Dalam akun Twitter resminya, ulama besar yang lebih dikenal Syeikh Suraim mengatakan ,"Mereka yang meninggal tertimpa reruntuhan Masjidil Haram kita anggap mereka adalah syuhada."

Ia mengatakan hal itu berdasarkan alasan Nabi Muhammad SAW menggolongkan korban reruntuhan (shahibul hadmi) adalah syahid, dengan mengutip Hadis Bukhari dan Muslim.

Bagi umat Islam, hal itu tentu kabar yang menggembirakan karena ada jaminan masuk surga bagi mereka yang mati syahid.

Tidak saja hanya penyejuk spiritual. Selang beberapa hari setelah peristiwa itu, Raja Salman sebagai Khadimul Haramain atau "Pelayan Dua Tanah Suci" mengumumkan pemberian santunan kepada ahli waris korban musibah crane.

Ahli waris dari korban meninggal dan cacat fisik mendapat santunan sebesar 1 juta riyal atau sekitar Rp 3,8 miliar dan mereka yang terluka mendapat santunan sebesar 500 ribu riyal atau sekitar Rp 1,9 miliar.

Bahkan ia juga memprioritaskan dua ahli waris untuk beribadah haji tahun depan.

Kepastian titah Raja itu, juga disampaikan Dubes Arab Saudi untuk Indonesia, Mustafa Bin Ibrahim Al Mubarak di Jakarta, Jumat (18/9).

Setiap kejadian selalu ada hikmahnya, setidaknya itu diucapkan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Mereka yang meninggal dalam musibah crane roboh, kata dia, tidak hanya mendapat penilaian sebagai syahid, tapi juga keluarga yang ditinggalkan mendapat santunan yang besar.

"Jadi ini sebuah musibah atau berkah?" ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement