Jumat 25 Sep 2015 20:12 WIB

Orang-Orang Besar Itu Menabrak Seperti Kereta (2)

Petugas medis merawat korban insiden Mina yang terluka akibat berdesakan saat hendak melempar jumrah, Kamis (.4/9)/
Foto: Reuters
Petugas medis merawat korban insiden Mina yang terluka akibat berdesakan saat hendak melempar jumrah, Kamis (.4/9)/

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: EH Ismail dari Tanah Suci

 

Sri dan Djuhdi hanya mengikuti arus yang dikomandoi sang ketua rombongan. Mengetahui ustaz ketua rombongan sudah 13 kali naik haji, jamaah pun tak ada yang protes. “Kita tidak tahu jalan, ustaz itulah yang lebih hafal. Semua ikut saja,” kata Djuhdi.

Djuhdi melanjutkan, semula rombongan akan melontar jumrah pada sore hari. Namun jadwal berubah karena ketua rombongan mengajak jamaah melontar pagi hari itu juga atau beberapa jam setelah jamaah baru tiba di Mina dari Muzdalifah.

Menelusuri Jalan 25, rombongan berbelok ke kanan di Jalan Arab 204. Jalan yang mirip gang besar ini dihimpit oleh maktab-maktab jamaah haji dari India, Mesir, Palestina, dan sejumlah negara Afrika.

Setelah melewati kantor pemadam kebakaran di pertigaan Jalan Arab 204 dan Jalan 217, Djuhdi kelelahan. Dia pun tertinggal dan hanya ditemani sang istri. Djuhdi dan Sri tertinggal rombongan.

Dia sempat melihat ada rombongan jamaah haji Indonesia dari daerah lain melintas di hadapannya. “Sekitar 5 sampai 6 orag berkelompok jalan menuju jamarat. Ada beberapa rombongan,” kata Sri.

Setelah beristirahat, pasutri warga Jalan H Rais A Rahman, Kelurahan Sungai Kawi, Kota Pontianak itu melanjutkan perjalanan. Tak lama, keduanya melihat ribuan jamaah bertubuh hitam besar merangsek dari arah berlawanan.

Arus jamaah dengan postur tubuh yang sama juga deras mengalir dari Jalan 223. Padahal, arus jamaah dari arah mereka datang juga tak kalah padatnya. Ribuan jamaah pun bertabrakan di pertigaan Jalan 204 dan 223 dengan kondisi saling memaksa mencari jalan.

“Orang-orang hitam besar itu menabrak seperti kereta. Semua berteriak, panik, berjatuhan dan kemudian saling menginjak,” kata Sri. Sri menangis dan berteriak sambil memegangi Djuhdi. Mereka berdua memilih menepi di pinggir jalan. Di hadapannya ratusan jamaah terinjak-injak.

“Ada ibu jamaah kita sedang membawa suaminya dengan kursi roda terpental dan terinjak-injak. Suaminya itu kakinya langsung patah dan meninggal. Mereka dari rombongan Jawa,” ujar Sri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement