REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: EH Ismail dari Tanah Suci
Setelah aksi saling injak dan histeria mulai mereda, Sri dan Djuhdi melihat ratusan jamaah terkapar tak berdaya. Bahkan, di antara mereka yang tak bergerak di jalan ada juga petugas keamaan berseragam.
“Petugas itu sepertinya pingsan. Banyak petugas yang juga pingsan. Banyak yang sudah meninggal di dekat kami,” kata Djuhdi.
Beruntung, tiga orang tenaga kerja Indonesia yang berasal dari Jawa segera menolong Djuhdi dan Sri. Djuhdi digotong dengan tanda dan dibawa ke tempat tinggal para TKI di sekitar lokasi insiden.
Mereka pun berada di sana sampai sore hari dengan sekitar 20 korban lainnya. Setelah itu, seorang warga Arab kaya menjemput mereka dan dibawa ke rumah yang lebih layak.
Keduanya dijamu dan diberi makan layaknya tamu istimewa. “Mereka baik sekali. Semua makanan tersedia sampai saya lupa punya penyakit batuk dan minum jus-jus yang enak itu,” ujar Djuhdi.
Sekitar satu jam kemudian, Djuhdi dan Sri dijemput petugas kesehatan dan dibawa ke sebuah klinik. Di sanalah Djuhdi mendapatkan perawatan dan diinfus lantaran dinilai kekurangan cairan.
Selain Sri dan Djuhdi, ada enam jamaah haji asal Jawa Barat yang mendapatkan perawatan di klinik tersebut. “Tapi malam hari mereka dijemput teman-temannya setelah berkomunikasi lewat telepon,” kata Sri.
Sri dan Djuhdi yang sudah mengganti nomor telepon tidak bisa dihubungi dan berkomunikasi dengan orang luar. Djuhdi yang pensiunan Kementerian Pekerjaan Umum lupa mengisi pulsa.
Merasa tidak bisa berbuat banyak, Djuhdi mengajak Sri meninggalkan klinik dan melepas jarum infus dari tanganya. Tujuan mereka adalah lokasi jamarat.
“Saya yakin nanti bertemu dengan orang Indonesia di jamarat. Kami berdua pergi dari klinik sekitar pukul 01.00,” ujar Djuhdi.
Sekitar pukul 03.00, Republika pun menjumpai keduanya sedang kelelahan di dekat jumrah aqabah. Sri dan Djuhdi pun akhirnya sampai ke Kantor Urusan Haji.