REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Tim identifikasi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Daerah Kerja (Daker) Makkah mendorong adanya perbaikan gelang tembaga yang menjadi identitas jamaah haji Indonesia. Gelang itu memuat nama, kelompok terbang, dan nomor paspor jamaah haji Indonesia.
Kepala Seksi Perlindungan Jamaah Daker Makkah yang juga ketua tim identifikasi Letnan Kolonel TNI Jaetul Muchlis menyatakan identitas yang digunakan jamaah sekarang ini sudah sangat bagus karena memuat nama, kloter, dan nomor paspor. "Tapi, kami menyarankan agar desain dari gelang itu tidak mudah dilepas," kata dia, Sabtu (17/10).
Muchlis menyatakan gelang yang tidak mudah dilepas ini berdasarkan pembicaraan dengan petugas di Pemakaman Al Muaisim. Petugas itu menjelaskan jenazah dari negara lain memiliki gelang yang sulit dilepas sehingga memudahkan identifikasi. "Tidak bisa lepas dari tangan apapun keadaannya, kecuali digunting atau mungkin putus tangannya," kata dia.
Perwira menengah TNI AU ini juga menyarankan agar pemerintah mengkomunikasikan dengan Pemerintah Saudi mengenai gelang identitas ini. Langkah tersebut untuk memastikan petugas Saudi mengetahui peran vital gelang identitas itu. Jika jamaah dibawa ke rumah sakit maka petugas tidak akan mencopot dan meletakan sembarangan ketika harus melakukan tindakan darurat.
"Banyak kejadian jemaah itu dirawat di ICU dengan identitas yang tidak diketahui, hanya dikatakan itu dari Indonesia. Ini juga jadi ada kerja tambahan ya kalau tidak lengkap," kata Muchlis.
Anggota tim identifikasi dari Kementerian Kesehatan dr Taufik Tjahjadi juga berharap gelang yang menjadi identitas jamaah tidak mudah dilepas. Selain itu, dia juga menyarankan agar nama jamaah Indonesia tidak hanya dituliskan dalam huruf latin, namun juga Arab.
Sebab, penulisan di Arab Saudi umumnya menggunakan huruf Arab. "Tulisan nama Indonesia yang disadur dalam huruf Arab oleh pihak Muaisim terkadang jauh sekali bedanya. “Jadi nama itu ada tulisan arabnya. Ketika mereka melihat gelang itu, tinggal disalin saja sesuai dengan tulisan itu,” kata dia.
Muchlis juga mendorong optimalisasi peran organisasi kelompok terbang. Ketika peristiwa Mina, dia mengalami kesulitan ketika ingin mengetahui secara pasti jumlah yang belum kembali ke kloternya. "Ini harus dioptimalkan organisasi kloter sehingga kita mudah mendapat kepastian jumlah jemaah yang belum kembali ke kloternya," ujar dia.
Masukan lainnya, Muchlis menyatakan jamaah harus memahami pengaturan melontar jumrah di jamarat. "Kejadiannya ini kan di waktu yang dianggap secara fikih di waktu afdol. Ini sering kita sampaikan ke jemaah, tidak kurang-kurang saya rasa," kata dia.
Dua peristiwa, jatuhnya mobile crane di Masjidil Haram dan berdesak-desakan di Mina, terjadi pada penyelenggaraan haji tahun ini. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Daerah Kerja Makkah mengakui kejadian itu menjadi beban yang berat.
Penanganan jamaah wafat, khususnya proses identifikasi, menyita perhatian petugas ketika harus memberikan pelayanan reguler. Peristiwa mobile crane menyebabkan 12 jamaah haji Indonesia wafat, sedangkan tragedi Mina menyebabkan 124 jamaah haji meninggal.